REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri enggan menanggapi hasil temuan tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM terkait kasus penembakan di Intan Jaya, Papua. Termasuk temuan Komnas HAM yang menyebut jika pelaku penembakan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya pada 19 September 2020 lalu adalah anggota TNI.
"Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan, pertama yang jelas, kami tidak akan menanggapi terkait dengan temuan Komnas HAM. Silahkan rekan-rekan klarifikasi langsung kepada yang bersangkutan, apalagi mereka sudah menunjuk pelakunya," tegas Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (3/11).
Menurut Awi, masih terlalu dini untuk menyimpulkan itu (pelaku penembakan), padahal untuk autopsi saja belum. Dari hasil autopsi tersebut, nanti diketahui letak lukanya di mana, kalau memang meninggal akibat tembakan peluru, maka perlu diketahui pelurunya jenis apa, dari senjata apa. Kata Awi, pihaknya akan menyelidiki semuanya.
"Apalagi kalau sudah menjurus menjustice pelakunya ini, disana jauh sekali. Kita belum, belum sampai ke sana. Kembali lagi kita masih mengumpulkan tentunya barang bukti dan alat-alat bukti untuk menuju ke sana," ujarnya.
Kendati demikian, Awi menyatakan, penyidik Polda Papua telah melakukan pemeriksaan terkait kasus meninggalnya pendeta Yeremia Zanambani. Bahkan, hingga saat ini sudah diperiksa ada sekitar 24 saksi, dan hal juga sudah disampaikan kepada TGPF. Kemudian, penyidik sudah melaksanakan koordinasi dengan kedokteran forensik Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.
"Dari RS sendiri sudah menyanggupi, sewaktu-waktu dibutuhkan, siap untuk membantuk pelaksanaan visum maupun autopsi almarhum. Yang perlu diketahui di TKP sendiri, di Hitadipa, Intan Jaya ini jaraknya sekitar 12 kilometer dari ibu kotanya di Sugapa," jelas Awi.
Selain sulitnya medan, kata Awi, tim juga ditembaki, tapi Polda Papua melalui direskrimum telah berupaya dan setelah ada rekomendasi dari TGPF, keluarga sudah mengizinkan untuk dilakukan autopsi. Oleh karena itu, ia meminta agar masyarakat menunggu bagaimana tindak lanjutnya. Karena sampai saat ini belum ada jawaban terkait pesawat yang akan digunakan.
"Perlu rekan-rekan ketahui, kalau pesawat reguler disana itu tidak ada. Maksudnya penerbangan umum tidak ada di jalur sana, yang ada adalah pesawat carter, itu pun turunnya di Sugapa, dan harus lewat darat lagi 12 kilometer ke distrik Kampung Hitadipa," jelas Awi.
Selanjutnya, untuk meminimalkan terkait ancaman Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) maka diupayakan untuk menggunakan helikopter. Sehingga bisa langsung ke Kampung Hitadipa tanpa harus lewat Sugapa. Namun disana lembah dan pengalaman selama ini penerbangan disana ditembakin oleh KKB, ini kesulitan yang dihadapi oleh tim.
"Tentunya kita tidak menyerah. Penyidik terus berkoordinasi mencari pesawat carter dan pilot yang berani masuk ke sana tentunya nanti didukung dengan pengamanan yang lengkap," tegas Awi.
Sebelumnya, Tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM RI dan Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua telah menyelesaikan penyelidikan atas peristiwa kematian Pendeta Yeremia Zanambani. Dalam keterangannya, temuan dan analisis peristiwa, Komnas HAM menyimpulkan, Pendeta Yeremia Zanambani ditembak dalam jarak dekat oleh Alpius, wakil Danramil Hitadipa, sebagai pelaku langsung yang melakukan penyiksaan dan atau extra judicial killing terhadap Pendeta Yeremia Zanambani.