REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Subsidi kuota internet sebesar 50 GB per bulan untuk mahasiswa dinilai tidak memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam proses perkuliahan. Sebab, dari jumlah kuota tersebut tidak seluruhnya mendukung kegiatan perkuliahan.
Hal ini disebutkan oleh Ketua BEM Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Bayu Septian, dalam Focus Group Discussion yang digelar Republika melalui Zoom, Sabtu (31/10). Bayu mengatakan, hanya 5 GB subsidi kuota internet yang dapat digunakan mahasiswa. Sementara, 45 GB lainnya dikhususkan hanya untuk mengakses situs dan aplikasi tertentu saja.
Terlebih, hampir seluruh kegiatan perkuliahan di tengah pandemi Covid-19 ini dilakukan secara daring. Tentunya, hal tersebut membutuhkan penggunaan kuota internet yang cukup besar.
"Sehingga banyak yang tidak menggunakan kuota itu. Seminggu saja sudah habis," kata Bayu.
Direktur Kehumasan dan Urusan Internasional Universitas Amikom Yogyakarta, Erik Hadi Saputra mengatakan, kuota internet ini harus menjadi perhatian. Baik pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan subsidi kuota internet ini, maupun provider yang menyediakan jasa layanan internet.
Menurutnya, subsidi kuota internet yang diberikan kepada mahasiswa harus dijadikan kuota utama. Artinya, kuota utama ini tidak dibatasi untuk mengakses platform apa saja.
"Mengimbau CSR dari masing-masing provider terkait kuota utama ini. Karena pembelajaran mahasiswa ini luas. (Misalnya) banyak dosen yang membuat media pembelajaran di YouTube, dan itu tidak ter-cover (subsidi kuota internet) untuk pembelajaran. Ruang Guru, kan dosen tidak masuk ke situ," jelasnya.