Ahad 01 Nov 2020 06:33 WIB

Budaya Ilmu dalam Islam dan Masalah Pendikotomiannya

Islam adalah agama yang mengajarkan budaya yang berdimensi sosial yang sangat tinggi

Baitul Hikmah era modern di Baghdad, Irak.
Foto:

 

Dikotomi Ilmu Umum dan Ilmu Agama

Dari uraian di atas, kemudian muncullah sebuah pertanyaan, mengapa kejayaan budaya ilmu dalam Islam menjadi pudar saat ini, tepatnya seratus tahun setelah kejatuhan kekhalifahan Utsmani Turki pada tahun 1920-an? 

Salah satu faktor penyebab terbesarnya adalah karena umat Islam telah terjebak ke dalam budaya Barat yang berhasil memisahkan antara ilmu pengetahuan umum dengan ilmu-ilmu ketauhidan dan ke-Islaman. Umat Islam menjadi lebih nyaman dengan tidak membawa urusan agama ke dalam urusan atau masalah kehidupan sehari-hari. Pendikotomian seperti inilah yang menjauhkan umat Islam dari agama Islamnya sendiri dan Tuhannya, Allah Subhannahu wata’alla.

Pola pendidikan dikotomi ini pula yang saat ini dirasakan oleh para generasi muda muslim dunia. Sehingga bisa diperkirakan yang terjadi selanjutnya adalah, lahirnya para generasi muslim yang tidak mempunyai ‘jiwa’ dan adab di dalam ilmu dan pemikiran mereka.

Sebenarnya, bagaimanakah awal pendikotomian ilmu ini terjadi di dunia barat?  Sejarah kelam keagamaan dan peradaban barat pada abad 12 sampai dengan awal abad 17 telah menorehkan sebuah warisan kelam terhadap ilmu pengetahuan. Ketidakpercayaan ilmuwan terhadap agama mereka (Kristen) sendiri dalam mengatur bidang kehidupan dan keilmuan telah menghasilkan para ilmuwan yang berfikiran sekuler dan liberal. Ilmu pengetahuan yang mereka ciptakan berdasarkan hasil uji coba empiris telah menggeser kekuatan wahyu yang ada di dalam kitab suci mereka.

 Para ilmuwan tersebut tidak ingin ada campurtangan agama dalam ilmu pengetahuan yang mereka ciptakan. Mereka menganggap bahwa wahyu yang ada di dalam kitab suci mereka tidak bisa menghasilkan sesuatu yang nyata dan bisa dimanfaatkan, serta dirasakan  langsung kegunaannya. Belum lagi sifat dan perlakuan  pemuka dan penyelenggara agama tersebut yang sangat tidak sesuai dengan apa yang ada atau diperintahkan dalam kebaikan wahyu kitab suci mereka (baca: inkuisisi gereja). 

Berdasarkan trauma tersebut, mereka menganggap agama hanyalah penghambat bagi kemajuan system berfikir ilmu pengetahuan. Sehingga muncullah apa yang dinamakan dengan pemisahan atau pendikotomian antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum. Islam sendiri tidak pernah mengenal istilah dikotomi ilmu seperti ini. Islam selalu menyatukan atau mengintegralkan ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama Islam itu sendiri. 

Ilmu pengetahuan umum yang berasal dari alam maupun dari hubungan sesama manusia (ilmu sosial), sejatinya adalah merupakan pengecawantahan atau terjemahan dari apa yang telah ada dalam kitab suci Al Qur’an. 

photo
Alhambra merupakan sebuah kompleks istana dan benteng peninggalan bersejarah sekaligus bukti jejak peradaban Islam di Eropa. - (Republika TV/Kamila)

Islam juga tidak pernah meninggalkan luka bagi pemeluknya dalam perkembangan ilmu pengetahuan  di masa lalu. Justru Islam telah menorehkan sebuah kejayaan dalam pengintegrasian antara ilmu agama (tauhidiyyah) dengan ilmu pengetahuan umum (kauniyyah). Dibuktikan dengan munculnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang sangat ahli dalam bidangnya masing-masing tetapi tetap menjadi seorang ahli ibadah kepada Allah Subhannahu wata’alla (abid dan alim).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement