REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Antara
Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pengolahan dan penyuntikan vaksin ditunda dan menunggu hingga mendapatkan izin persetujuan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut Ketua Satgas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban, jika 15 juta dosis bulk vaksin Sinovac tiba di Tanah Air pada November 2020 maka dua pilihan yang dihadapi pemerintah.
"Pertama adalah menunggu sampai uji klinis fase tiga terbukti bermanfaat dan efek samping minimal kemudian baru bisa diberikan. Jadi, bisa membeli (bulk vaksin) terlebih dahulu namun belum dipakai karena menunggu izin edar atau UEA dari BPOM," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (30/10).
Selagi menunggu, Zubairi mengatakan 15 juta bulk vaksin ini bisa ditempatkan di ruangan penyimpanan dingin selama menunggu EUA keluar. Terkait penyimpanan mempengaruhi mutu vaksin ini, ia menegaskan tidak mempengaruhi kualitas dan efektivitasnya.
"Jadi, memang perlu banyak (vaksin). Kemudian penyimpanan yang baik dan benar mulai disiapkan saat ini," ujarnya.
Opsi kedua, dia melanjutkan, pemerintah yang ingin mengolah vaksin ini harus mengetahui prosedur penyuntikan vaksin. Ia menyontohkan, China maupun Rusia sebelum menyuntikkan vaksin Covid-19 ke rakyatnya maka pemerintahnya terlebih dahulu harus minta dan mendapatkan surat lolos EUA dari BPOM setempat.
"Kemungkinan BPOM mengeluarkan EUA paling cepat akhir Desember 2020, jadi kami harapkan uji klinis vaksin Astra Zeneca maupun uji klinik Sinovac di Brasil sudah keluar dan kalau hasilnya terbukti baik kemudian bisa segera dipakai. Namun jika tidak terbukti lolos di uji klinis fase tiga ya (bulk vaksin) tidak bisa dipakai," katanya.
Terpisah, Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih menilai pemesanan vaksin yang dilakukan pemerintah Indonesia kemungkinan sebagai langkah ancang-ancang. Karena jika tidak memesan sejak awal padahal seluruh negara berebut vaksin, maka Indonesia terancam tidak mendapatkan jatah vaksin.
"IDI meyakini BPOM akan berkerja dengan profesional dalam memberikan izin edar," ujar Daeng.
PT Bio Farma pekan ini telah mengonfirmasi bahwa pihaknya akan menerima 15 juta dosis bulk vaksin Covid-19 dari perusahaan biofarmasi Sinovac Biotech Ltd. di China pada November 2020. Bulk vaksin ini akan diolah menjadi bahan baku vaksin Covid-19.
"Saat ini posisinya untuk bulan November 2020 ini 15 juta dosis bulk," kata Kepala Divisi Unit Klinik dan Imunisasi Bio Farma Mahsun Muhammadi dalam seminar virtual "Vaksinasi Covid-19 di Indonesia: Di mana Peran Masyarakat?" di Jakarta, Rabu (28/10).
Sebanyak 15 juta dosis bulk tersebut tersebut merupakan bahan baku yang akan diolah oleh Bio Farma di Indonesia menjadi vaksin siap guna untuk dapat didistribusikan dan diberikan ke masyarakat. Namun, vaksin Sinovac tersebut harus lebih dulu mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Pada saat ini, Bio Farma sudah meningkatkan kapasitas produksi untuk vaksin Covid-19 sebesar 250 juta dosis per tahun. Sementara untuk vaksin Covid-19 produk jadi dari Sinovac akan dikirim sebanyak masing-masing 1,5 juta dosis untuk November dan Desember 2020 ke Indonesia. Namun, penyuntikan vaksin jadi tersebut akan menunggu persetujuan dari BPOM.
Dalam kerja sama dengan Sinovac, Mahsun menuturkan ada transfer teknologi sehingga vaksin dapat diproduksi di Indonesia. Transfer teknologi sudah dilakukan pada September 2020 termasuk tentang pengendalian mutu (quality control).
BPOM menegaskan, hingga kini pihaknya belum mengeluarkan izin edar vaksin Covid-19. Laporan uji klinis tahap tiga vaksin Covid-19 akan diberikan pada BPOM yang dijadwalkan pada Januari 2021.
"Mengenai uji klinik Vaksin Sinovac di Indonesia, ada hasil interim untuk tiga bulan yang selesai pada akhir tahun 2020 dan laporannya akan diberikan kepada BPOM pada Januari 2021," kata Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM Togi J Hutadjulu saat mengisi konferensi virtual FMB9 bertema Pengawalan BPOM dalam proses penyediaan vaksin Covid-19, Rabu (28/10).
Togi menyebutkan, data uji klinis fase satu dan dua akan diserahkan pada pekan pertama November. Kemudian BPOM akan memperoleh data uji klinik vaksin Sinovac di Brasil.
Togi menambahkan, Brasil lebih awal melakukan uji klinis sehingga hasiilnya bisa dievaluasi lebih dahulu dan akan dipantau hingga selama setahun. Tak hanya itu, ia menyebutkan tim inspeksi BPOM sedang berangkat dan berada di Fuzhou, China dan pekan depan akan melakukan inspeksi ke fasilitas di Beijing negara tersebut.
"Kami akan lakukan evaluasi asesmen untuk memutuskan apakah produk ini memenuhi aspek khasiat keamanan dan kualitas sehingga layak digunakan masyarakat," katanya.
Selanjutnya, BPOM akan melakukan evaluasi bersama tim komite nasional yang terdiri dari para ahli farmakologi, klinisi, dan spesialis lainnya yang melihat data-data terkait aspek keamanan, efikasi, dan mutu. Tim ini, dia menambahkan, juga mengevaluasi dokumen rolling submission termasuk aspek pembuatan dan produksi obat.
"Ini menjadi bukti yang kami evaluasi memang memenuhi persyaratan keamanan. BPOM melakukan evaluasi secara ketat untuk memastikan keamanan vaksin," ujarnya.