REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat menyebutkan, realisasi retribusi menara di Mataram hingga saat mencapai 70 persen atau senilai Rp 700 juta dari target Rp 1 miliar pada tahun 2020.
"Harapan kami, di sisa waktu sampai akhir tahun ini, target tersebut bisa terealisasi meskipun relatif berat," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Mataram I Nyoman Swandiasa di Mataram, NTB, Jumat (30/10).
Ia mengakui capaian realisasi target retribusi menara sebesar Rp1 miliar tersebut cukup berat. Karena rancangan peraturan daerah (ranperda) terkait perubahan tarif retribusi menara sampai saat ini belum disahkan.
Karena itu, tarif retribusi untuk satu menara saat ini masih menggunakan tarif sebelumnya, yakni Rp 2,8 juta per tahun. Sementara pada 2019, target retribusi menara hanya Rp 600 juta. Target 2020 naik menjadi Rp 1 miliar karena harapannya perda disahkan, tapi ternyata belum.
Peningkatan target retribusi menara tersebut karena potensinya masih cukup besar dan akan ada kenaikan tarif retribusi yang diatur dalam perda, yakni menjadi Rp 4 juta. "Jumlah menara yang berizin saat ini tercatat 229 unit. Sejauh ini para provider yang berizin cukup tertib membayar retribusi," kata Swandiasa.
Sementara terkait izin mendirikan bangunan (IMB) menara, Swandiasa mengatakan, IMB menara dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP). Diskominfo hanya terbitkan rekomendasi sebagai syarat penerbitan izin menara.
Ia mengakui dari 229 menara yang ada di Kota Mataram, sekitar 30 persen yang terindikasi tidak berizin. Namun, setelah dilakukan penelusuran itu bukan hanya karena kesalahan mereka.
Para provider sebenarnya mau mengurus IMB, tapi terkendala dengan regulasi kesepakatan tiga menteri yang menetapkan jarak satu menara minimal 10 kilometer. Sementara kondisi wilayah Kota Mataram yang relatif kecil tidak memungkinkan ketentuan tersebut diterapkan.