Selasa 27 Oct 2020 17:22 WIB

Demo di Gedung Sate Ribuan Buruh Berjoget Reggae

Mereka berdemo menolak Upah Minimum 2021 yang ditetapkan tak naik.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (27/10). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut kenaikan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (27/10). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut kenaikan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ribuan buruh dari gabungan berbagai serikat pekerja berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung pada Selasa (27/10). Mereka menolak Upah Minimum 2021 yang ditetapkan tak naik atau sama dengan Upah Minimum 2020 karena situasi pandemi COVID-19.

Ada yang menarik saat buruh tersebut menggelar aksinya. Di sela-sela demo, mereka menghibur para buruh berjoget di depan Gedung Sate.

Mereka, berjoget gaya reggae dengan diiringi lagu 'Buruh, Tani, Mahasiswa'. Sebagian buruh yang lain, memilih berteduh karena hujan mulai turun.

Sebelumnya, tak naiknya upah minimum 2021 tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah

Nomor M/ll/HK .04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Surat tersebut ditujukan kepada para gubernur. 

Menurut Ketua DPD FSP LEM SPSI Jabar Muhamad Sidarta, kondisi pandemi Covid-19 seolah-olah menggiring buruh agar memaklumi tak naiknya upah minimum 2021.

Pemerintah, kata dia, sudah sejak awal menggulirkan opini itu, menggiring opini itu supaya rakyat, khususnya kaum buruh memaklumi kalau upah buruh 2021 tidak naik, akan disamakan dengan upah tahun 2020. 

"Artinya apa? Pemerintah tidak pro rakyat, tidak pro buruh sebenarnya masalah seperti ini bukan pertama kali kita pernah krisis 98. Upah naik tidak masalah," ujar Sidarta di Gedung Sate, Selasa (27/10).

Menurut Sidarta, tahun depan belum tentu kondisi ekonomi tidak membaik. Berkaca dari pengalaman, ekonomi Indonesia masih bisa terselamatkan tanpa harus menunda kenaikan upah minimum bagi buruh.

"Pemerintah tetap menaikkan upah buruh sebagai jaring pengaman yaitu upah minimum baik UMP, UMK dan UMSK sebagai jaring pengamanan," katanya.

Tak naiknya upah minimum 2021, kata dia, akan berpengaruh pada daya beli masyarakat, ujungnya nanti mengganggu pertumbuhan ekonomi secara nasional. 

"Kami menolak isi surat edaran tersebut, itu pasti akan memperlemah daya beli kaum buruh dan rakyat, karena upah buruh dibelanjakan untuk pedagang, ojek, untuk mengontrak rumah dibelanjakan lagi kalau daya beli (buruh) melemah tentu masyarakat lain juga melemah," paparnya.

Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto Ferianto mengatakan, sedianya ada lima tuntutan yang dibawa gabungan serikat pekerja dalam unjuk rasa itu. Di samping menolak tak naiknya upah minimum 2021, buruh juga mendesak agar Omnibus Law UU Cipta Kerja dicabut.

"UU Cipta Kerja itu cacat formal dari jumlah halamannya, artinya menandakan bahwa terjadi kekacauan dan DPR tidak siap melakukan pengesahan. Kami melakukan mosi tidak percaya kepada DPR RI khususnya fraksi yang menyetujui Omnibys Law ini," katanya.

Tuntutan lainnya adalah, kata dia,  agar gubernur mengakomodir rekomendasi UMK dan UMSK dari bupati untuk daerah Bogor, Bekasi dan Karawang. "Yang datang hanya perwakilan dari berbagai daerah ini mendadak, rapat ini hari Minggu dilakukan Senin, tahu-tahu malam keluar surat edaran," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, perwakilan buruh yang datang akan melakukan aksi lanjutan pada 5,9,20 dan 21 November untuk aksi serentak mogok di seluruh wilayah Jawa Barat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement