REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dessy Suciati Saputri
Nilai rapor kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun pertama periode kedua di mata warganet (netizen) yang aktif di Twitter mencapai skor 66. Hal itu terungkap dari riset Indonesia Indicator (I2) yang dirilis pada Senin (26/10).
"Perbincangan mengenai Jokowi paling banyak di Twitter, sesuai dengan karakter media sosial ini sebagai tempat isu-isu sosial dan politik disemai, kata Direktur Komunikasi Rustika Herlambang, Senin.
Rustika memerinci, sentimen positif yang diberikan warganet terhadap Jokowi di Twitter mencapai 31 persen dan sentimen netral 35 persen. Adapun, sentimen negatif diberikan warganet kepada kinerja pemerintahan Jokowi di Twitter mencapai 34 persen.
Menurut Rustika, persentase dari setiap sentimen menunjukkan angka yang hampir sama bahwa ada dinamika dan tarik menarik, pro dan kontra, pada berbagai aktivitas dan kebijakan Jokowi. Media sosial, Rustika melanjutkan, telah menjelma menjadi ruang publik yang mampu membentuk opini masyarakat terkait dengan citra pemerintahan.
I2 mencatat, total pembicaraan warganet di Twitter tentang Jokowi sepanjang 20 Oktober 2019 hingga 30 September 2020 mencapai 12.406.844 cuitan yang berasal dari 2.522.575 akun. Berdasarkan jenis kelamin, akun Twitter yang aktif memperbincangkan Jokowi di Twitter sekitar 58 persen pria dan 42 persen perempuan.
"Menariknya, akun perempuan memiliki sentimen positif lebih tinggi terhadap Jokowi," kata Rustika.
Dari semua akun, sebanyak 94,1 persen adalah akun manusia dan 5,9 persen akun robot. Sebanyak 85 persen netizen yang aktif memperbicangkan Jokowi adalah milenial.
Perlu pula menjadi catatan, 85,1 persen cuitan berupa retweet atas pendapat warganet lainnya. Retweet atau mengunggah kembali sebuah tweet dengan tujuan untuk membagikan cuitan ke seluruh pengikut dengan cepat bisa diartikan bersepakat pada cuitan awal, meski berpotensi sebagai bentuk akun buzzer atau penggaung isu. Hanya 11,1 persen berupa unggahan asli, dan sisanya adalah bentuk reply.
Analisis isu
Berdasarkan analisis percakapan terkait Jokowi sepanjang setahun terakhir adanya korelasi yang cukup kuat antara warganet dan Jokowi. Pada setiap pernyataan aktivitas maupun kebijakan yang disampaikan Jokowi senantiasa direspons oleh warganet, baik dengan sikap suportif namun juga kritis.
Media mainstream online masih menjadi pemicu isu-isu yang berkembang di Twitter. Hal tersebut, lanjut Rustika, dilihat dari kontributor terbesar yang memberikan informasi dan cuitan terkait Jokowi berasal dari berita dan akun media online di Twitter.
Penanganan Covid-19 merupakan isu yang menggerakkan percakapan terbesar di Twitter, dengan jumlah percakapannya mencapai 1.803.438 tweet. Isu ini menduduki porsi 14,5 persen dari seluruh percakapan, direspons warganet dengan pro dan kontra, dalam situasi dinamis.
Pada Maret 2020, warganet memberikan framing netral tertinggi, mengingat isu ini masih baru dan tiba-tiba melanda banyak negara di dunia. Warganet mengikuti berbagai pernyataan Jokowi, terutama soal pasien corona yang pertama di Indonesia, dan juga anjuran soal protokol kesehatan.
Sementara pada Mei-Juni, salah satu kritik terbesar yang ditujukan kepada Jokowi adalah soal penanganan Covid-19 yang dianggap oleh warganet belum tepat atau masih menuai kontroversial antara kebijakan new normal, lockdown, atau PSBB.
Isu kedua yang mendominasi percakapan warganet di Twitter terkait Jokowi adalah kritik kebijakan. Sebanyak 331.127 cuitan warganet berisi tentang kritik terhadap berbagai kebijakan Presiden Jokowi, di mana sebagian besar cuitannya berasal dari akun-akun kontra Jokowi yang menunjukkan bahwa polarisasi pascapilpres masih hadir di lini masa Twitter.
"Perlu dijadikan catatan bahwa die hard pengkritiknya tidak surut meski pimpinan atau lawan politik sudah direngkuh di pemerintahan," kata Rustika.
Selain itu, isu lain yang banyak disorot dan dikaitkan warganet dengan Jokowi adalah masalah Korupsi di Tanah Air dengan 228.265 cuitan, Pilkada dengan 226.742 cuitan, serta kontroversi RUU HIP 217.860 cuitan. Isu-isu tersebut, kata Rustika, turut menyumbang sentimen negatif pada rapor kinerja Jokowi di mata warganet.
Masalah korupsi lebih banyak dimunculkan dari kasus Harun Masiku dan penanganan kasus Novel Baswedan. Sementara, isu pilkada terutama terkait pada pelaksanaan pilkada pada tahun ini, pilkada di tengah pandemi, dan juga keikutsertaan putra dan mantu Jokowi di Pilkada 2020.
Meski begitu, warganet pun memberi sentimen positif kepada Jokowi dalam sejumlah kebijakan yang menyentuh dan langsung dirasakan oleh masyarakat, yakni program pemulihan ekonomi, bantuan sosial, bantuan langsung tunai, bantuan modal pada para pedagang, bantuan modal kerja, pidato Jokowi di PBB, dan pembangunan jalan tol. Selain mendukung program-program tersebut, warganet juga mengapresiasi empati Jokowi pada wong cilik saat curhat dengan pedagang.
"Isu lainnya yang menarik perhatian dan direspons sangat antusias oleh netizen adalah tampilnya Jokowi bersama boy group dari Korea, BTS, sama-sama sebagai pembicara dalam Sidang Umum PBB ke-75," kata Rustika.
Catatan dari setahun Jokowi periode kedua, kata Rustika, adalah masalah komunikasi merupakan hal yang sangat penting. Kegaduhan pada beberapa isu, seperti RUU HIP atau masalah pilkada, seringkali hadir karena adanya informasi yang tidak jernih atau ketidakkonsistenan pendapat diantara figur-figur di lingkar Presiden.
"Inilah hal yang membuat seringkali ada tekanan yang ditujukan netizen pada Jokowi. Seperti pada kasus RUU HIP atau Omnimbus Law seperti saat ini," papar Rustika.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat mengingatkan pentingnya komunikasi publik yang baik dan hati-hati. Jokowi merujuk pada kurangnya komunikasi publik yang menimbulkan salah persepsi di masyarakat terkait UU Cipta Kerja.
Kepala Staf Presiden Moeldoko kemudian mengaku mendapatkan teguran dari Jokowi terkait komunikasi publik yang dijalankan pemerintahan selama ini. Oleh karena itu, Moeldoko pun berjanji pemerintah akan terus melakukan perbaikan komunikasi publik ke depannya.
“Kami semuanya ditegur oleh Presiden bahwa komunikasi publik kita sungguh sangat jelek. Untuk itu ini sebuah masukan dari luar maupun teguran dari Presiden, kita segera berbenah diri untuk perbaikan ke depan dengan baik,” ujar Moeldoko kepada wartawan di kantornya, Rabu (21/10).
Ia mengakui, pemerintah terus mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait gaya komunikasi politik yang selama ini dilakukan. Apalagi, komunikasi publik yang masih kurang baik ini terlihat pada kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan Omnibus Law Cipta Kerja.
“Kami selalu membenahi diri, kita selalu ingin memperbaiki diri khusus dalam konteks omnibus law cipta kerja. Memang sebuah masukan dari berbagai pihak dan Presiden juga sangat-sangat tahu,” kata dia.
Moeldoko pun mengakui, pada era teknologi saat ini pemerintah terkadang kewalahan menghadapi berbagai macam disinformasi dan hoaks yang beredar melalui berbagai platform media sosial. Kendati demikian, perkembangan teknologi ini tak akan menjadi alasan bagi pemerintah untuk membangun dan melakukan komunikasi publik yang baik.
“Kita memasuki sebuah disruption. Sebuah situasi yang seperti saat ini di mana medsos bertumbuh luar biasa, kadang-kadang melampaui imajinasi kita dan di situlah kita kadang-kadang kewalahan menghadapi bertumbuhnya disinformasi dan hoaks,” ucapnya.