REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik FISIP Universitas Indonesia, Aditya Perdana menilai pemerintah perlu segera mengubah komunikasi politik kepada publik. Terlebih saat ini demo UU Cipta Kerja masih terus berlangsung meski jumlahnya tidak sebanyak yang terjadi manakala UU tersebut disahkan.
"Publik merasa belakangan ini pemerintah tidak sepenuhnya memihak kepadanya. Publik saat ini membutuhkan kehadiran negara untuk mengatasi ketakutan akan penyebarluasan virus dan kepastian ekonomi dalam situasi pandemi," katanya, Sabtu (24/10).
Menurutnya, pemerintah juga perlu merespon kegelisahan publik tersebut dengan langkah kerja dan kebijakan yang tepat. Bila tidak, program pemerintah yang mendesak seperti vaksinisasi ataupun bantuan sosial yang dicanangkan pemerintah akan tidak mudah diimplementasikan.
Ia juga mengingatkan unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja merupakan akumulasi ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan di masa pandemi. Protes-protes ini seharusnya disikapi oleh pemerintah secara bijak dengan tidak melakukan represi yang berlebihan.
Apalagi pandemi Covid-19 memperlihatkan banyaknya masalah manajemen pemerintahan terutama di sektor kesehatan. Gelombang protes pun tak lagi hanya di dunia maya tetapi semakin meluas karena sudah menyangkut hal-hal mendasar seperti yang tertuang dalam UU Cipta Kerja.
"Maka, saya merasa tidak heran bila kita menemukan ada koneksi protes sosial di ranah offline dan online. Pandemi mendorong perubahan sosial akibat pertumbuhan dunia digital yang semakin pesat. Apabila respon pemerintah lambat dan cenderung tidak ramah ataupun abai terhadap perubahan sosial ini, saya khawatir akan terjadi lonjakan ketidakpuasan yang semakin meluas dan bersifat massif. Implikasinya tentu terkait dengan legitimasi pemerintahan," katanya.