REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabareskrim Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo mengakui dalam mengusut awal mula titik api dalam kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) melibatkan teknologi satelit. Kepolisian meminta keterangan ahli kebakaran dari Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk menggunakan satelit yang bisa mengetahui titik api awal. Satelit biasanya untuk mengecek kebakaran di lahan.
"Kami kemudian koordinasi dengan ahli dari IPB, untuk menggunakan satelit ini karena banyak sekali spekulasi di luar bahwa titik api ini banyak. Sehingga kita harus menggunakan teknologi untuk menentukan apakah benar banyak titik api," jelas Ferdy dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (23/10).
Kemudian hasil dari satelit itu didapatkan bahwa hanya ada satu titik api saja, yaitu berasal dari ruangan kepegawaian di lantai enam. Kemudian, kata Ferdy, pihaknya juga melakukan pemeriksaan terhadap 64 orang saksi dan sejumlah saksi ahli seperti ahli kebakaran dari Institut Pertanian Bogor (IPB dan Universitas Indonesia (UI). Dari pemeriksaan tersebut, diketahui berasal nyala api terbuka yang berasal dari bara rokok milik tukang yang dibuang sembarangan.
"Bara api ini bisa berasal dari rokok dan itu sudah dilakukan percobaan dua kali dan menjelaskan bahwa dengan kandungan bahan-bahan polybag di ruang lantai enam yang kemudian menyulut kebakaran," ungkap Ferdy.
Kemudian api menjalar dengan cepat setelah dipicu adanya penggunaan cairan pembersih merek TOP Cleaner yang mengandung minyak lobi. Diketahui cairan pembersih tersebut mengandung fraksi solar dan tiner. Setelah penyedik melakukan pendalaman TOP Cleaner ini tidak memiliki izin edar. Sehingga lima tukang berinsial T, H, S, K, IS dan seorang mandor insial UAN ditetapkan sebagai tersangka,
"Kesimpulam penyidik penyebab awal karena kelalaian 5 tukang yang bekerja di ruangan lantai 6 tersebut. Harusnya tidak merokok karena di situ banyak bahan berbahaya mudah terbakar,” kata Sambo.
Selain lima tukang dan seorang mandor, Bareskrim Polri juga menetapkan Direktur PT APM dengan inisial R, dan Direktur Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial NH sebagai tersangka. "Sehingga dari penyidik menyimpulkan bahwa dengan adanya kegiatan pengadaan bahan-bahan alat pembersih lantai ini yang tidak sesuai dengan ketentuan maka terhadap direktur utama PT Arkan APM dan PPK dari Kejaksaan Agung juga kita tetapkan sebagai tersangka," ujar Ferdy.