Sabtu 24 Oct 2020 00:06 WIB

UU Ciptaker Dinilai Sarat Penumpang Gelap

Minimnya partisipasi rakyat jadi kesalahan terbesar UU Ciptaker.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Kawasan Industri Rancaekek, Jalan Raya Rancaekek, Kabupaten Bandung, Kamis (22/10). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut DPR RI dan Pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pencabutan UU Ciptaker karena UU tersebut dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Kawasan Industri Rancaekek, Jalan Raya Rancaekek, Kabupaten Bandung, Kamis (22/10). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut DPR RI dan Pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pencabutan UU Ciptaker karena UU tersebut dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Polemik seputar pengesahan Undang Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) masih terus berlanjut. Kritik terbaru disampaikan oleh Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Zaenal Arifin Mochtar. Ia melihat UU Ciptaker memiliki 'penumpang gelap'.

“UU Omnibus saya bayangkan ada kebaikannya, iya. Namun kemungkinan ‘penumpang gelapnya’ terlihat sekali,” jelasnya, melalui keterangan pers, Jumat (23/10).

Baca Juga

Ia pun menyayangkan terbitnya UU tersebut. Karena banyaknya permasalahan yang mengiringi proses terbitnya UU Ciptaker.

Zaenal menegaskan, separuh permasalahan yang dimaksud karena caranya yang keliru, terutama minimnya kesempatan partisipasi rakyat. Secara proses pun ia menyebut ugal-ugalan, kelihatan betul terburu-buru dan banyak sekali yang berantakan. “Harusnya dibicarakan detail tapi tak dilakukan,” katanya.

Ia juga menyayangkan UU Ciptaker tersebut berpotensi merugikan banyak pihak. Apakah investasi sedemikian pentingnya sehingga harus menginjak hak-hak buruh, tanyanya.

Ia juga menyebutkan, kalau membacanya dengan teliti, undang-undang tersebut bakal banyak ditemukan hal yang tidak pas dan harus dikritisi.

“Karena itu, saya masih berharap Presiden Joko Widodo mau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu),” kata Zaenal.

Masih terkait dengan UU Ciptaker, legislator Provinsi Jawa Tengah, Yudi Indras Wiendarto, meminta masyarakat untuk jeli dalam melihat pasal per pasal UU Ciptaker. Menurutnya, Undang-Undang tersebut tak hanya mengatur soal ketenagakerjaan, namun ada 10 klaster lain yang juga termasuk di dalamnya.

“Secara keseluruhan, UU itu disebut menguntungkan masyarakat dan perekonomian dalam arti yang luas,” ungkapnya.

Misalnya, jelas Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Jawa Tengah ini adalah penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi dan kemudahan berusaha. Selain itu juga tentang pemberdayaan dan perlindungan UMKM, dukungan riset dan inovasi serta soal administrasi pemerintahan.

Kondisi perekonomian, lanjutnya, memang sedang kurang bagus, maka dibutuhkan terobosan. “Maka UU Ciptaker hendaknya jangan hanya dilihat dari klaster ketenagakerjaan saja, tetapi juga lihat secara utuh,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement