Jumat 23 Oct 2020 05:54 WIB

Satu Tahun Kinerja Jokowi–Ma’ruf Amin

Secara ekonomi, pemerintahan Jokowi mendapatkan tantangan yang tak ringan.

Arif Nurul Imam, Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting.
Foto: dok pri
Arif Nurul Imam, Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Arif Nurul Imam (Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting)

Pada 20 Oktober kemarin, pemerintahan Presiden Joko Widodo(Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin genap memasuki satu tahun masa kerja di periode kedua. Selama rentang waktu ini sudah pasti ada dinamika yang layak menjadi catatan kinerja, selain sebagai bahan evaluasi namun juga untuk perbaikan ke depan.

Dalam tahun pertama kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin, publik disuguhi aneka isu yang mengemuka, bahkan sejumlah demonstrasi menentang sejumlah kebijakan pemerintah terjadi di berbagai kota secara masif. Selain itu, pukulan telak pandemi Covid-19 yang menjadi masalah global tak luput juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam upaya mewujudkan visi-misinya. 

Catatan Kinerja

Menyitir pendapat pakar politik R Willliam Liddle;  Jokowi sejak awal  kariernya sebagai politisi, terdorong oleh satu keinginan: memberdayakan masyarakat kecil. Keadaan ekonomi keluarga Jokowi di Solo tahun 1960-an ”mengizinkan” ia berempati kepada puluhan juta orang Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Kedua, ia diyakinkan perihal pentingnya jasa-jasa pokok negara dalam pemberdayaan itu.

Selain itu, dalam pidato kenegaraan pertama Jokowi sebagai kepala negara, setidaknya ada lima hal yang menjadi perhatian dan menjadi prioritas pemerintahan. Kelima hal tersebut adalah, pembanguan kualitas sumber daya manusia, konektivitas infrastruktur, penyederhanaan regulasi, reformasi birokrasi, dan  transformasi ekonomi dengan efesiensi serta efektivitas APBN. Pertanyaannya, apakah dalam setahun periode kedua, arah dan kebijakan Jokowi menuju ke visi yang dicanangkan? Setidaknya ada beberapa catatan menarik yang perlu kita lihat.

Pertama, kemampuan mengonsolidasikan parlemen. Di periode kedua ini, meski menganut sistem presidensial rupanya Presiden Jokowi merasa kurang percaya diri dengan dukungan parlemen. Kekuatan di Senayan bisa dikatakan hampir power full karena didukung oleh tujuh fraksi dan hanya menyisakan fraksi Demokrat dan PKS.

Kedua, secara ekonomi, pemerintahan Jokowi mendapatkan tantangan yang tak ringan. Perekonomian mengalami penurunan signifikan, apalagi sejak Maret 2020 lalu, muncul pandemi Covid-19 yang berdampak pada semua aspek termasuk sektor ekonomi. Sejak pandemik berlangsung, pertumbuhan ekonomi terus merosot bahkan  minus. Ini tentu mau tidak mau, jadi tantangan politik sendiri, karena akan menguji kepemimpinan dan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf.

Ketiga, kebijakan pemerintah Jokowi banyak mendapat tentangan dari masyarakat, sehingga berbagai demonstrasi marak seperti penolakan UU KPK, dan yang mutakhir UU Cipta Kerja. Penolakan dengan beragam cara demikian tentu, langsung atau tidak, akan menggerus kepercayaan masyarakat pada pemerintah di satu sisi, dan disisi lain akan menambah meningkatnya masyarakat yang tidak puas dengan kinerja pemerintah.

Situasi politik semacam ini, masih ditambah lagi dengan hadirnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia(KAMI) yang digawangi mantan panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menyuarakan serta mengoreksi kinerja pemerintah Jokowi.

Keempat, dari segi komunikasi publik bisa dikatakan tidak bekerja maksimal dan efektif. Meski sudah menggandeng para influencer, paling tidak ini bisa kita simak dari maraknya protes dari masyarakat atas kebijakan yang diambil menunjukkan sosialisasi yang tidak masif dan tidak efektif.  Juru bicara pemerintah, baik jubir presiden atau kementerian memang ada, namun kehadiran mereka belum maksimal dalam menyampaikan informasi kepada publik. Ketika komunikasi publik buruk dan tak bisa dipahami oleh masyarakat, tentu masyarakat akan banyak menolak. 

Penutup

Tentu melihat kinerja pemerintahan di tahun pertama ini banyak sisi yang bisa kita soroti. Namun setidaknya, empat aspek tersebut merupakan catatan yang  kiranya menjadi penyebab mengapa ketidakpuasan publik meningkat atas kinerja Jokowi-Makruf Amin.

Kita tentu berharap agar Jokowi-Ma'ruf Amin agar sisa jabatan yang masih empat tahun bisa efektif dan memenuhi harapan masyarakat. Tentu selain karena berbagai catatan positif maupun negatif tersebut, melonjaknya angka ketidakpuasan kinerja dapat  menjadi pemicu dan meluruskan komitmen agar konsisten dan tegak lurus mewujudkan visi-misinya.  Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement