REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pihaknya akan pilih-pilih dalam melakukan penggusuran. Riza menegaskan, Pemprov DKI Jakarta tidak akan menyasar permukiman warga terkategori miskin di bantaran sungai dan kali yang dinilai jadi salah satu penyebab banjir.
"Rakyat yang enggak punya uang, enggak punya tanah bangun di pinggir kali, itu beda. Ini pengusaha. Ini orang yang berkecukupan, kok bangun rumah di pinggir kali. Ini yang maksud kami yang harus ditertibkan," ujarnya di Balai Kota Jakarta, Kamis (22/10).
Riza mencontohkan, salah satu perumahan mewah yang dibangun di bantaran sungai dan menjadi pemicu banjir adalah Perumahan Melati Residence Ciganjur Jagakarsa Jakarta Selatan yang beberapa hari lalu tanggulnya roboh dan menewaskan satu orang serta menyebabkan banjir besar hingga mengakibatkan 300 warga mengungsi.
"(Kejadian) yang di Ciganjur itu terjadi karena batas perumahan, batas pagarnya, itu persis di ujung sungai. Saya lupa, ya itu kan bantaran kali dan ini roboh menutupi aliran sungai sehingga banjir 1 sampai 1,5 meter saya ninjau di situ," ujarnya.
Sejauh ini kata Riza, pihaknya masih menyelidiki izin mendirikan bangunan (IMB) dari perumahan ini. Bila melanggar maka besar kemungkinan perumahan itu bakal digusur Pemprov DKI.
"Ternyata ketika dicek, penyebabnya aliran menggerus bangunan ini. Trus, apakah ada yang salah? Oh ada. Bangunan ini tidak boleh di bibir kali," ucapnya.
Tidak hanya menyasar perumahan Melati Residence, politisi Gerindra itu mengaku sudah memerintahkan wali kota dan lurah untuk mengecek perumahan pinggir kali yang ada di wilayah mereka masing-masing. "Saya minta ke pak Wali Kota minta dicek, dulu izinnya gimana, IMB-nya," tegasnya.
Sejauh ini, pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang menggarap sejumlah proyek untuk mencegah banjir di Jakarta salah satunya adalah pengerukan sedimen lumpur serta pembuatan sumur resapan. Namun, menurut Pengamat Tata Kota Nirwono Joga, langkah ini tidak bisa mengatasi banjir Ibu Kota. Menurut Nirwono, naturalisasi atau normalisasi sungai dianggap lebih ampuh mencegah banjir.
"Namun ini adalah PR (pekerjaan rumah) yang tidak bisa dilakukan tahun ini," kata Nirwono saat dikonfirmasi.
Nirwono mengatakan, kalau program naturalisasi atau normalisasi dijalankan tentu masyarakat yang bermukim di daerah aliran sungai (DAS) harus siap-siap untuk direlokasi, karena DAS harus steril dari bangunan sehingga tidak ada hambatan air dari hulu ke hilir.