REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALPINANG -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar forum "Internalisasi dan Institusionalisasi Pancasila dalam Proses Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)", di Tanjung Pinang (21/10).
Kegiatan ini diikuti oleh Biro Hukum Pemerintah Provinsi Kepri, Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kepri, dan Kanwil Kemenkumham Kepri.
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Iman Hasiholan Sirait mengatakan bahwa salah satu tugas dan fungsi BPIP yaitu pemberian rekomendasi hasil pengawasan dan kajian kepada kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah mengenai regulasi yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. "Internalisasi dan institusionalisasi Pancasila di Kepri menggali apa yang menjadi hambatan sehingga aspirasi bisa dirumuskan yang menjadi solusi untuk kebaikan bersama, sebab, saya yakin banyak mutiara terpendam di Tanjung Pinang yang selaras dengan Pancasila," jelas Iman dalam siaran pers.
Kepala Kesbangpol Kepri Indra Syahputra mengatakan bahwa penyusunan Perda tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta tidak tumpang tindih. Untuk itu, perlu penataan regulasi di tingkat Pusat dan Daerah.
Adapun dalam rangka pembumian Pancasila, ia menyebut lima tantangan. "Pertama aspek sejarah. Kedua, berkembangnya pemahaman eksklusif di tengah masyarakat. Ketiga, kesenjangan dan keadilan sosial. Keempat, minimnya keteladanan bagi masyarakat saat ini. Terakhir, belum ada pelembagaan praktek kebijakan Pancasila," bebernya.
Indra menekankan pentingnya kepala daerah dan Kesbangpol sebagai kunci pembumian Pancasila.
"Perlu digiatkan sinergitas antara Pemerintah, swasta, perguruan tinggi, media massa, dan ormas," tandasnya.
Sementara, Divisi Pelayanan Hukum dan Kanwil Kemenkumham Kepri, Darsyad, menekankan idealnya pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.
"Selama ini terjadinya disharmoni peraturan perundang-undangan lantaran pembentukannya dilakukan oleh lembaga yang berbeda, pejabat yang berwenang berganti-ganti, pendekatan sektoral dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, lemahnya koordinasi, dan akses masyarakat untuk berpartisipasi kurang," jelasnya.
Sementara itu Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Agung Dhamar Syakti berpandangan bahwa implementasi nilai-nilai Pancasila sejatinya sesuai visi poros maritim. Yakni menjadikan rakyat maju, berdaulat, kuat, dan mandiri. Hanya saja, kelembagaan berbagai produk Hukum-Undang Undang ternyata tidak disertai proses penanaman nilai nilai hakiki.
"Pengawasan terpadu terhadap pelaksanaan di lapangan, mulai dari pesisir, zona-zona laut sangat diharapkan guna meningkatkan kualitas reinternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan paradigma negara maritim," jelas Agung.