Rabu 21 Oct 2020 14:46 WIB

Ada Keterlibatan Oknum Aparat di Intan Jaya?

Menko Polhukam membeberkan dugaan atas pembunuhan Pendeta Yeremia.

Tim TGPF Intan Jaya.
Foto: Antara
Tim TGPF Intan Jaya.

Oleh Ronggo Astungkoro, Dian Fath Risalah, Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya menemukan dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam peristiwa terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani. Itu didapatkan dari informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim investigasi lapangan dalam kurang lebih dua pekan terakhir.

"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani pada tanggal 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (21/10).

Masih terkait peristiwa tersebut, Mahfud menyampaikan, ada juga kemungkinan pembunuhan itu dilakukan oleh pihak ketiga, dalam hal ini kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). Dia mengatakan, ada teori konspirasi yang menyebut KKSB sengaja melakukan pembunuhan untuk kemudian ditudingkan kepada aparat keamanan.

Dalam laporan TGPF Intan Jaya itu juga disebutkan adanya keterlibatan KKSB dalam kejadian penembakan lain yang menewaskan dua aparat keamanan. Mahfud menerangkan, KKSB diduga terlibat peristiwa dalam peristiwa pembunuhan Serka Sahlan pada 17 September 2020 dan Pratu Dwi Akbar Utomo pada 19 September 2020. "Demikian pula terbunuhnya seorang warga sipil atas nama Badawi pada tanggal 17 September 2020," ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Untuk selanjutnya, kata Mahfud, pemerintah akan menyelesaikan kasus itu sesuai dengan hukum yang berlaku, baik hukum pidana maupun hukum administrasi negara. Sejauh menyangkut tindak pidana berupa kekerasan dan atau pembunuhan, pemerintah meminta Polri dan Kejaksaan untuk menyelesaikannya. "Sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu dan untuk itu pemerintah meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mengawal prosesnya lebih lanjut," kata Mahfud.

Adapun yang menyangkut hukum administrasi negara, Menko Polhukam menyerahkannya kepada institusi terkait untuk diselesaikan. Itu dilakukan agar institusi terkait tersebut mengambil tindakan sesuai hukum yang berlaku.

Kronologis

Pada Sabtu (19/9) sekitar pukul 17.20 WIT, Pendeta Yeremia Zanambani, tertembak di Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Pihak TNI dan kelompok separatis bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) kemudian saling tuding soal pembunuhan tersebut.

Republika.co.id sebelumnya menghubungi Yones Douw seorang aktivis yang mengumpulkan jejak peristiwa tersebut. Yeremia, menurut Yones, adalah seorang pria berusia 68 tahun dan sudah berkeluarga. Ia memangku sejumlah jabatan di kampungnya. Antara lain pendeta Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), wakil ketua Klasis Hitadipa, kepala Sekolah Theologia Atas ( STA ) Hitadipa, dan penterjemah Alkitab bahasa Moni di Hitadipa. Moni adalah suku asal Yeremia.

photo
Pdt Yeremia Zanambani - (Istimewa)

 

Yang menimpa Yeremia, kata Yones, berawal pada 14 September lalu, pukul 11.00 WIT. Kala itu, TPNPB di bawah komando Karel Tipagau melalukan penyerangan di Kampung Mamba, Distrik Sugapa. Pengojek dan anggota TNI terbunuh dalam penyerangan itu, sementara lainnya mengalami luka-luka dan di evakuasi di Timika.

Pada 17 Sepetember 2020 pukul 10.30 WIT,  pasukan yang dipimpin Karel Tipagau kembali membacok sampai mati seorang pengojek. Pihak TPNPB mengklaim pengojek tersebut merupakan informan TNI-Polri Bilogai Kumbalagupa, Distrik Sugapa.

Atas serangan beruntun itu, pada 18 Sepetember 2020  pukul 6.00 WIT, TNI beberapa kali menerjunkan pasukan dengan dua helikopter di Hitadipa dan Sugapa melalui Bandara  Enarotali Papua.

Kemudian pada 19 September 2020, pukul 13.17 WIT, bertempat Hitadipa terjadi Kontak tembak antara Satgas BKO Apter Koramil Persiapan Hitadipa dengan TPNPB. Pratu Dwi Akbar Utomo (Yonif 711/RKS/Brigif 22/OTA, DAM XIII/MDK) dan senjatanya di bawah lari TPNPB. Sejumlah pasukan juga terluka dan dievakuasi ke Nabire .

photo
Korban penembakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) ditandu menaiki pesawat saat evakuasi di Intan Jaya, Papua, Senin (14/9). Dua tukang ojek ditembak oleh KKB di Sugapa, Kabupaten Intan Jaya dan saat ini telah dibawa ke Timika untuk menjalani perawatan. - (HUMAS POLDA PAPUA/ANTARA FOTO)

Selepas itu, menurut Yones, pada 15. 20 WIT, pihak TNI POLRI menghimbau kepada kepada  TPNPB dan masyarakat asli papua di Hitadipa dan Homeo segera mengembalikan dua pucuk senjata yang di rampas dengan ancaman operasi Penyisiran.

Pada waktu-waktu itu, sekitar pukul 17.20 WIT, menurut Yones, Pendeta Yeremia Zanambani bersama istrinya  pergi ke peternakan babi tak jauh dari kediaman mereka untuk memberi makan. “Setelah itu istrinya mengajak  Pendeta Yeremia untuk pulang ke rumah. Namun, Pendeta Yeremia mengatakan saya  masih menunggu babi  ini selesai makan dulu.  Pendeta bilang sama istrinya ‘Mama  pulang dulu’, sehingga istrinya mulai pulang ke rumah duluan,” tutur Yones kepada Republika.co.id, Senin (21/9).

Pendeta Yeremia tak pernah kembali ke rumahnya setelah itu.  Keesokan harinya, pada 20 September 2020, pukul 7.30 WIT, keluarga yang kebingungan karena Yeremia tak kunjung pulang menyusul ke kandang. “ Keluarga korban mendapatinya dalam kondisi tidak bernyawa dan berlumuran darah. Setelah itu keluarga korban bawa mayatnya ke Hitadipa untuk di makamkan jenazahnya,” ujar Yones. Warga melaporkan ada luka tikam dan bekas tembakan di tubuh Yeremia.

Ia menurutkan, ada kesaksian dari warga setempat bahwa Pendeta Yeremia sempat ditemui pasukan TNI sebelum ditemukan meninggal pagi harinya. “TNI melihat pendeta lagi tunggu babi lagi makan, TNI  tidak tanya-tanya langsung ditikam dengan alat tajam. Sesudah itu Pendeta Yeremia ditembak,” kata Yones.

Sedangkan Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kapen Kogabwilhan) III, Kol Czi IGN Suriastawa, sempat mengatakan, Pendeta Yeremia meninggal dunia karena serangan yang dilakukan oleh kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). "Kejadian ini menambah daftar panjang korban keganasan KKSB Papua yang sedang mencari perhatian menjelang Sidang Umum PBB tanggal 22-29 September mendatang," ujar Suriastawa dalam keterangan pers, Senin (21/9).

Karena itu, rangkaian kejadian beberapa waktu terakhir ia sebut sebagai rekayasa yang dilakukan KKSB untuk kemudian diputarbalikkan bahwa TNI menembak pendeta. "Harapan mereka, kejadian ini jadi bahan di Sidang Umum PBB. Saya tegaskan, bahwa ini semua fitnah keji dari KKSB," tutur dia.

Komnas HAM

Dalam investigas terpisah, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan, timnya menemukan jejak lubang peluru di tempat kejadian perkara terkait peristiwa kematian Pendeta Yeremia Zanambi. Selama sepekan lalu, tim Komnas HAM telah melakukan pemantauan dan penyelidikan di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Intan Jaya.

Anam mengatakan, terkait peristiwa kematian Pendeta Yeremia, Komnas HAM menemukan fakta bahwa  peristiwa tersebut tidak berdiri sendiri. Terdapat rentetan peristiwa lain yang terjadi  sebelumnya.

"Dari tinjauan ke lokasi, olah TKP, dan permintaan keterangan saksi-saksi dan para pihak, Komnas HAM mendapatkan berbagai keterangan, bukti dan informasi pendukung semakin terangnya peristiwa tersebut," ujar Anam dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Ahad (18/10).

Salah satunya yakni menemukan banyak jejak lubang peluru di lokasi kejadian penembakan Pendeta Yeremia Zanambani. Jejak peluru tersebut ditemukan saat tim Komnas HAM melakukan rekonstruksi di tempat kejadian perkara yang ada di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua beberapa hari lalu. “Kami menemukan banyak lubang peluru berbagai ukuran dan berbagai tipologi peluru. Ada bekas darah meski sudah mulai pudar,” kata  Anam.

Komnas HAM, lanjut Anam, belum dapat memastikan lubang peluru di lokasi itu ditimbulkan dari tembakan senjata jenis apa, sebelum dilakukan pengujian untuk menentukan karakter peluru itu. Namun, lantaran kasus inj bukan peristiwa yang tak diketahui orang, sehingga pihaknya masih bisa menelusuri latar belakangnya, dan informasinya. "Itu memudahkan kami mengungkap apa yang terjadi, bagaimana (penembakan) itu terjadi, dan dugaan siapa pelakunya,” ujarnya.

Anam melanjutkan, Komnas HAM akan mengelola seluruh data yang ada untuk menyusun kesimpulan temuan Komnas HAM yang lebih solid. Langkah tersebut juga akan diuji dengan keterangan ahli. "Kami sudah menemukan titik keyakinan tapi dibutuhkan pendekatan yang lebih kuat dengan ahli agar semakin terang, kuat dan cepat menghadirkan keadilan," kata dia.

"Dalam proses, Tim juga mendapatkan permintaan langsung dari keluarga korban untuk mendampingi ketika dilakukan otopsi, dan dijelaskan itu bagian dari prasyarat dilakukannya otopsi," tambahnya.

Anam menambahkan, selain peristiwa kematian pendeta Yeremia, Tim Komnas HAM  juga mendapatkan pengaduan langsung di lapangan. Yaitu pertama, pengaduan terkait keberatan gedung sekolah yang dijadikan pos persiapan Koramil Hitadipa dan kedua, dari pendeta yang intinya menginginkan pendekatan damai dan menjauhi pendekatan keamanan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement