Selasa 20 Oct 2020 04:56 WIB

Edukasi Pengguna Aplikasi Kunci Menekan Kejahatan Digital

Gojek peduli supaya pengguna aplikasi apat jaminan keamanan dari ancaman siber.

Pengemudi menunjukkan aplikasi Gojek tentang Pasar Mitra Tani atau Toko Tani Center Indonesia usai diluncurkannya kerja sama antara Kementerian Pertanian dan Gojek (ilustrasi).
Foto: Antara/Feny Selly
Pengemudi menunjukkan aplikasi Gojek tentang Pasar Mitra Tani atau Toko Tani Center Indonesia usai diluncurkannya kerja sama antara Kementerian Pertanian dan Gojek (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020, menghasilkan sebuah gaya hidup baru di kalangan masyarakat. Gaya hidup digital tentunya. Peneliti Center for Digital Society UGM, Toni Seno Hartono, mengatakan, sekarang aktivitas masyarakat, baik bekerja dan belanja semuanya dilakukan lewat internet.

Hal itu dibuktikan survei McKinsey pada 2020, di mana konsumen telah mencoba metode belanja digital sebanyak 92 persen pada masa pandemi Covid-19. Terjadi juga peningkatan konsumen menggunakan jasa pengiriman makanan ke rumah yang sebelumnya di angka 68 persen kini menjadi 85 persen.

Selain itu, menurut Toni, masyarakat semakin sering menggunakan aplikasi untuk membeli makanan atau minuman di angka 60 persen. Penggunaan perangkat ponsel dengan rata-rata menghabiskan enam jam sehari juga dilakukan 20 persen masyarakat yang disurvei.

Toni melanjutkan, pandemi juga membuat tingkat ketergantungan masyarakat terhadap platform digital semakin tinggi. Kondisi itu perlu diikuti dengan peningkatan ekosistem digital yang inklusif.

"Dan kredibilitas platform digital yang aman semakin dibutuhkan di masa pandemi," kata Toni dalam diskusi daring bertema 'Bersama Menjaga dan Meningkatkan Kompetensi Keamanan Digital' di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Toni mengungkapkan, peningkatan aktivitas digital juga diikuti kejahatan digital berbasis social engineering yang angkanya naik pada masa pandemi Covid-19. Mengutip kajian Center for Digital Society UGM, sambung dia, terdapat lima jenis penipuan yang paling umum terjadi di Indonesia. "Phising, phone scams, SMShing, impersonation, dan pretexting," kata Toni menjelaskan.

Dari lima kejahatan digital itu, dia menyebutkan, semuanya terjadi dengan cara pelakunya mengeksploitasi kelemahan dari sisi pengguna perangkat digital. Hal itu dilakukan, karena untuk mencari celah di sektor komputer, jaringan, atau aplikasi, untuk melakukan kejahatan kini semakin sulit.

Pasalnya, perusahaan atau pengembang aplikasi terus meningkatkan keamanan digital supaya angka kejahatan bisa ditekan. "Dengan adanya kemajuan teknologi sekarang, membuat eksploitasi infrastruktur menjadi semakin sulit. Aktor kejahatan akhirnya sekarang memilih yang namanya teknik social engineering," ucap Toni.

Dia menerangkan, teknik manipulasi sosial pada intinya, seseorang memungkinkan melakukan kejahatan digital dengan mengekploitasi sisi manusianya daripada mengekploitasi secara digital yang sangat sukar dilakukan. Alhasil, kejahatan digital marak terjadi karena memang pelaku sekarang lebih mudah menjebak pengguna aplikasi daripada menyerang software, infrastruktur, server, dan sebagainya.

Toni mencontohkan kasus peretasan Whatsapp seorang pejabat yang terjadi, karena orang tersebut tidak hati-hati menjaga pasword hingga ponselnya diambil alih orang lain untuk melakukan kejahatan meminta uang. Untuk itu, ia berpesan agar masyarakat semakin hati-hati dalam memanfaatkan layanan digital supaya tidak menjadi korban kejahatan, yang memanfaatkan kelengahan pengguna.

"Social engineering itu satu seni untuk memanipulasi seseorang, sehingga orang itu mau memberikan informasi rahasia. Jenis informasi yang didapat, pasword, bank, nama ibu kandung, dan caranya dilakukan macam-macam," kata Toni.

Menyadari tingkat kejahatan digital meningkat, perusahaan teknologi Gojek meningkatkan keamanan penggunaan aplikasi lewat inovasi siber yang diakui global. Chief of Corporate Affairs Gojek, Nila Marita, menuturkan, Gojek yang memiliki tiga Super App dalam satu aplikasi didukung keamanan platform bernama Gojek Shield.

Menurut Nila, Gojek memiliki kepedulian supaya pengguna aplikasi mendapat jaminan keamanan dari ancaman kejahatan siber. Dengan begitu, semua transaksi bisa terjamin dan kasus kehilangan atau pencurian uang digital bisa diminalisasi.

"Gojek menerapkan inovasi teknologi siber yang berstandar global. Gojek Shield ini berbasis kecerdasan buatan dan machine learning, serta upaya proaktif dari tim information security kami untuk terus-menerus memitigasi ancaman keamanan," kata Nila.

Nila menekankan, keamanan digital juga tergantung pada pemahaman pengguna aplikasi Gojek. Namun sayangnya, sambung dia, tingkat pemahaman atau kompetensi masyarakat Indonesia terlihat masih berada di level dasar. Artinya tidak semua pengguna paham tentang jenis kejahatan digital yang bisa muncul akibat kelalaian penggunaan aplikasi.

Dia menjelaskan, ada kasus yang terjadi akibat pelaku kejahatan memanfaatkan kelengahan pengguna. Untuk itu, Nila mengajak masyarakat untuk meningkatkan edukasi pemahaman perilaku yang awas dan waspada dalam menggunakan aplikasi Gojek.

Jangan sampai, masyarakat dengan mudah menyerahkan pasword ke orang tidak dikenal, karena percaya dengan iming-iming, misalnya mendapatkan hadiah. "People menjadi mata rantai paling lemah di keamanan digital. Inilah mengapa kita perlu adakan pemahaman peran mereka dalam rantai keamanan digital, sehingga pengguna dapat terhindar dari risiko keamanan digital," kata Nila.

Akselerasi digital

Head of Information Security Gojek, Hana Abriyansyah, menjelaskan, platform Gojek yang terdiri tiga aplikasi super, terbagi untuk konsumen memenuhi kebutuhan sehari-hati, untuk mitra pengemudi dalam mengoptimalkan produktivitas kerja, dan untuk mitra merchant dalam meningkatkan omzet dan skala bisnis. Datangnya pandemi Covid-19, menurut dia, ternyata menjadi berkah terselubung bagi perusahaan lantaran aktivitas masyarakat di luar berkurang.

Dampaknya, menurut Hana, lahir kebiasaan baru yang membuat aktivitas digital meningkat sebagai konsekuensi perusahaan mewajibkan karyawannya bekerja dari rumah dan sekolah mewajibkan siswanya belajar dari rumah. Tidak hanya kabar positif, kata dia, dengan peningkatan aktivitas digital juga diiringi naiknya kejahatan siber.

Kelengahan pengguna aplikasi yang tidak menjaga keamanan pribadi memberi peluang bagi terciptanya kejahatan digital yang merugikan masyarakat. "Data kejahatan siber menunjukkan, ada 649 penipuan online di nomor dua, setelah penyebaran konten provokatif sebanyak 1.048 laporan. Ini data diambil dari patroli siber Polri," ucap Hana.

Dia menerangkan, Indonesia sebagai nomor empat terbesar dari jumlah populasi sebanyak 272,1 juta jiwa memiliki lanskap pengguna mobile phone 338,2 juta unit. Berarti setiap satu orang memiliki lebih satu ponsel. Adapun pengguna aktif yang mengakses internet mencapai 175,4 juta, dan pengguna aktif media sosial (medsos) 160 juta. Fakta hadirnya teknologi digital di Indonesia tersebut cukup penting untuk dielaborasi karena teknologi digital mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia.

Dengan berbagai data terkini, Hana menegaskan, pandemi Covid-19 terbukti mengakselerasi digitalisasi di Indonesia. Tentu saja akhirnya layanan Gojek ikut beradaptasi seiring dengan perubahan perilaku konsumen. "Pengguna piranti mobile terakselerasi dua sampai tiga tahun lebih cepat akibat pandemi Covid-19. Masyarakat Indonesia menghabiskan enam jam sehari menggunakan aplikasi di ponsel," kata Hana.

Dia melanjutkan, dari hasil survei internal dan eksternal sejak pandemi terjadi Maret lalu, lebih 250 ribu merchant baru bergabung ke Gofood (sampai Agustus). Sebanyak 43 persen di antaranya berstatus sebagai pebisnis semula. Hana menganalisis, mereka yang bergabung di Gofood memulai bisnis setelah pandemi melanda negeri ini. "Sebanyak 94 persen usaha mitra Gofood baru skala UMKM," kata Hana.

Untuk mengantisipasi perubahan teknologi digital, sambung dia, perusahaan berupaya meningkatkan keamanan dengan meluncuran program Aman Bersama Gojek. Hana mengatakan, Gojek memiliki tiga pilar utama dalam penggunaan teknologi yang levelnya diakui global dan internasional.

Hana menambahkan, Gojek selalu memanfaatkan teknologi baru untuk mendukung keamanan informasi teknologi yang berbasis kecerdasan buatan. "Edukasi dan proteksi menjadi pilar kedua dan ketiga. Contohnya, program jaminan saldo Gopay kembali jika ada kehilangan dana yang tak disebabkan kelalaian pengguna."

Menurut Hana, fitur verifikasi dengan menggunakan wajah terbukti meningkatkan keamanan akun mitra driver. Dengan begitu, Gojek bisa memastikan akun yang terdaftar benar-benar digunakan oleh mitra itu sendiri, bukan orang lain.

Sehingga keamanan teknologi biometrik dapat dikatakan saat ini paling canggih dan kualitasnya terbaik untuk menghindarkan dari upaya kejahatan digital. "Orang lain lebih sulit mencuri atau take over akun kita, karena mengimplementasi wajah kita untuk sulit memalsukan. Ini lebih aman dari pasword dan PIN," kata Hana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement