REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Muhammad Qodari mengapresiasi upaya pemerintah yang memberi langsung naskah asli Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) ke ormas Islam. Qodari menilai ormas Islam masih bisa memberi masukan dalam aturan turunan UU Ciptaker.
Qodari menjelaskan ada dua tahapan strategis dalam UU Ciptaker sebagai Omnibus Law. Pertama pembuatan UU itu sendiri di mana dibuat pasal-pasalnya. Kemudian tahapan kedua pembuatan Peraturan Pemerintah (PP) yang juga penting.
"Jumlahnya (PP) ada puluhan. Ini wilayah (domain) pemerintah. Jadi sebenarnya detail pengaturan atau operasionalisasi dari UU Ciptaker ada di PP," kata Qodari pada Republika, Senin (19/10).
Qodari menyebut sampai saat ini pemerintah masih menggodok aturan turunan UU Ciptaker dalam bentuk PP dan Peraturan Presiden (Perpres). Pada momen inilah, ormas Islam dianggap bisa masuk memberi masukan.
"Jadi ya saya lihat ini bentuk keterbukaan pemerintah atas usulan-usulan dan sekaligus ini peluang berbagai kelompok masyarakat untuk masukan ide dan aspirasinya. Masih ada ruang mengisi UU Ciptaker dalam aspek PP dan Perpres," ujar Direktur Eksekutif Indo Barometer itu.
Sebelumnya, Menteri Sekertaris Negara Pratikno selaku wakil Pemerintah menemui sekaligus menyerahkan draft asli UU Ciptaker pada pucuk pimpinan Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Ahad (18/10). Adapun ormas PP Muhammadiyah belum sempat ditemui Pratikno lantaran Ketumnya Haedar Nashir berada di luar Jakarta.
Qodari menganggap hasil pertemuan ormas Islam dan pemerintah bisa membuka perspektif lebih luas terhadap PP dan Perpres dari UU Ciptaker.
"Pemerintah harapkan dengan berikan dan silaturahim ini maka ruang keterbukaan jadi lebih besar. Apalagi sudah dibaca pasal-pasalnya," ucap Qodari.
Sebelumnya, NU, Muhammadiyah dan MUI menolak kehadiran UU Ciptaker karena dianggap tak sesuai dengan prinsip negara yang ingin menyejahterakan rakyat. Ketiga ormas Islam itu sudah memberi masukan pada pemerintah, namun pada akhirnya tak kunjung didengarkan.