Ahad 18 Oct 2020 17:44 WIB

Soal UU Ciptaker, Akun Buzzer Lebih Aktif daripada Politisi

Kubu pro didominasi oleh akun-akun buzzer dan berkutat soal investasi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar / Red: Ratna Puspita
Analis media dari Kernels Indonesia Tomi Satryatomo menyampaikan akun-akun buzzer atau pendengung di media sosial lebih aktif dalam mengedukasi publik terkait Undang-Undang Cipta Kerja daripada akun atau politisi dari partai pendukung UU tersebut.
Foto: Pixabay
Analis media dari Kernels Indonesia Tomi Satryatomo menyampaikan akun-akun buzzer atau pendengung di media sosial lebih aktif dalam mengedukasi publik terkait Undang-Undang Cipta Kerja daripada akun atau politisi dari partai pendukung UU tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Associate Researcher LP3ES Tomi Satryatomo menyampaikan, akun-akun buzzer atau pendengung di media sosial lebih aktif dalam mengedukasi publik terkait Undang-Undang Cipta Kerja. Hal sebaliknya justru tidak dilakukan oleh akun atau politisi dari partai pendukung UU tersebut.

“Dominasi buzzer pada klaster pendukung RUU ini dan hampir tidak adanya akun politisi parpol mengisyaratkan sikap ‘tinggal glanggang colong playu’. Kedua parpol pendukung terlihat tidak melakukan edukasi politik tentang RUU ini,” Tomi dalam diskusi yang digelar oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Ahad (18/10).

Baca Juga

Ia menjelaskan, ada sejumlah akun buzzer di media sosial yang aktif dalam mengedukasi publik soal hal positif dari UU Cipta Kerja. Beberapa di antaranya adalah akun @digembok, Denny Indrayana, dan Dewan Pakar PKPI Teddy Gusnaidi.

Sedangkan dari kubu penolak UU Cipta Kerja, banyak nama dan akun politisi yang aktif dalam mengkritisi produk hukum tersebut. Beberapa nama yang muncul seperti Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid (HNW).

“Komunikasi kubu pro didominasi oleh akun-akun buzzer dan kubu pro berkutat pada soal investasi, tudingan hoaks. Sedangkan kubu kontra mempersoalkan urgensi, penyusunan, dan transparansi,” ujar Tomi.

Ia juga menyebut, dua partai yang notabenenya pendukung UU Cipta Kerja, PDIP dan Golkar, juga tidak terlalu aktif dalam memberikan edukasi publik terkait produk hukum tersebut. Sebaliknya, kedua partai yang mendukung Presiden Joko Widodo itu justru menerima respon negatif dari warganet.

“Baik PDIP dan Golkar muncul ekspresi kemarahan, kekagetan, dan rasa tak percaya. Kita bisa melihat betapa marahnya netizen kepada kedua partai politik ini di media sosial,” ujar Tomi.

Di samping itu, dalam riset yang digelar pada 3 hingga 13 Oktober 2020, tendensi penolakan di media sosial ramai terjadi pada 3 sampai 8 Oktober 2020. Sedangkan hari berikutnya, terjadi pergeseran narasi menjadi dukungan kepada UU Cipta Kerja.

“Percakapan tentang RUU Cipta Kerja sempat didominasi oleh kubu kontra, tapi seiring berjalannya waktu mereka kehilangan stamina. Terjadi pergeseran dominasi dari narasi tolak menjadi dukung,” ujar Tomi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement