REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Yayasan Penabulu bersama Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), Konsil LSM Indonesia, dan ICCO Cooperation meluncurkan proyek bertajuk Promoting Green Economic Initiatives by Women and Youth Farmers in The Sustainable Agriculture Sector in Indonesia (Echo Green).
Peluncuran proyek Echo Green yang bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia dan diselenggarakan bekerja sama dengan pemerintah pusat, beberapa pemerintah daerah, dan Uni Eropa. Uni Eropa memberi dukungan dana senilai Rp 16,6 miliar untuk mendukung proyek ini di tiga kabupaten di Sumatra Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
National Program Manager Echo Green, Dida Suwarida mengatakan, proyek Echo Green akan memanfaatkan teknologi digital untuk memperkenalkan konsep ekonomi hijau kepada masyarakat penerima manfaat di Kabupaten Padang Pariaman, Lombok Timur, dan Grobogan.
Pandemi Covid-19 memberikan keyakinan bahwa perempuan dan kaum muda harus mengambil peran untuk mengamankan masa depan kita. "Tanpa optimalisasi teknologi digital, pandemi akan menyebabkan kurangnya minat terhadap pertanian berkelanjutan serta terhambatnya distribusi dan rantai produksi, pemasaran dan konsumsi," tutur Dida," kata Dida dalam konferensi pers virtual di Depok, Jawa Barat, Jumat (16/10).
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020‐2024, pemerintah mencatat isu peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk sebesar 1,2 persen. Namun, produktivitas yang relatif rendah dan fluktuasi harga menyebabkan daya tawar petani rendah.
Proyek Echo Green sejalan dengan agenda prioritas pembangunan nasional untuk tahun 2020‐2024, terutama strategi meningkatkan peran dan keterwakilan perempuan dalam politik dan pembangunan, strategi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan dan penataan ruang kawasan perdesaan serta strategi meningkatkan partisipasi generasi muda dalam pembangunan.