Kamis 15 Oct 2020 15:42 WIB

HAM di antara Prabowo dan Amerika Serikat 

Pegiat HAM menyampaikan kekhawatiran terhadap keputusan Deplu Negeri AS.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, bertolak ke Amerika pada Kamis (15/10) untuk memenuhi undangan Menteri Pertahanan Amerika. Prabowo selama dua dekade masuk daftar hitam Amerika karena diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM.
Foto:

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menerangkan, di bawah Hukum Leahy, Pemerintah AS dilarang menggunakan dana untuk membantu pasukan keamanan negara lain di mana terdapat informasi terpercaya yang mengimplikasikan pasukan keamanan tersebut melakukan pelanggaran berat HAM. Itu termasuk penyiksaan, pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, dan pemerkosaan berdasarkan peraturan yang melanggar hukum.

"Dalam Hukum Leahy Departemen Luar Negeri AS terdapat pengecualian yang mengijinkan bantuan ke sebuah unit jika Menteri Pertahanan memutuskan dan melaporkan kepada Kongres bahwa negara dari unit pasukan keamanan tersebut mengambil langkah yang efektif untuk membawa anggota yang bertanggung jawab ke depan hukum," kata dia.

Terkait dengan Indonesia, selama dua dekade terakhir pemerintah AS memberlakukan pelarangan bantuan militer terhadap militer Indonesia dan pasukan khusus Kopassus. Itu dilakukan setelah mereka melakukan pelanggaran HAM berat dalam operasi militer di Timor Timur. Prajurit Kopassus juga terlibat dalam penghilangan paksa (1997-1998) dan pembunuhan aktivis Papua, serta pemimpinnya Theys Eluay di tahun 2001.

"Meski pada akhirnya beberapa tentara dihukum di pengadilan militer, pemimpin mereka belum pernah diadili. Penyintas pelanggaran serius, yang dilakukan oleh Prabowo, sudah menunggu lebih dari 20 tahun untuk mendapatkan keadilan, akuntabilitas, dan reparasi," jelas dia.

Secara singkat, kata dia, selama dua dekade terakhir pemerintah Indonesia belum mengambil langkah efektif untuk membawa Prabowo ke depan hukum. Dia belum pernah bertanggung jawab, dan sampai hari ini masih terus menyangkal tuduhan pelanggaran HAM. Sehingga, situasi itu tidak memenuhi persyaratan pengecualian Hukum Leahy.

Atas dasar itu, para aktivis HAM ini mendesak Menlu AS untuk mengklarifikasi, visa yang diberikan kepada Prabowo Subianto tidak memberikan kekebalan dalam bentuk apa pun. Menlu AS juga diminta untuk memastikan jika Prabowo datang ke AS, dia akan secepatnya diperiksa dengan benar, dan jika buktinya mencukupi, membawanya ke pengadilan meminta pertanggungjawaban atas kejahatan di bawah hukum internasional.

"Jika visa yang diberikan kepada Prabowo Subianto memberikan kekebalan selama di AS, visa tersebut harus dicabut untuk memastikan bahwa AS memenuhi kewajiban domestik dan internasional untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas penyiksaan akan dibawa ke depan hukum," kata dia.

Selain Fatia dan Usman, surat ini juga ditandatangani oleh Direktur Public Virtue Ahmad Taufiq, Public Interest Lawyer Network Erwin Natosmal, Direktur Asia Justice and Rights (AJAR) Galuh Wandita, Direktur Imparsial Al Araf, dan Sekjen Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) Bivitri Susanti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement