Kamis 15 Oct 2020 05:25 WIB

Politik UU Omnibus,The Federal Reserve Act, Hingga Gus Dur

Perbandingan UU Omnibus dari Indonesia sampai Amerika

Ratusan demonstran yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) berunjuk rasa menolak pengesahan Undang-undang Cipta Kerja di Alun-alun Serang, Banten, Rabu (14/10/2020). Aksi yang dipadati para buruh dari berbagai perusahaan di Banten itu berlangsung damai.
Foto:

Sungguhpun begitu, sama sekali tidak berarti tidak terdapat kenyataan politik pembentukan UU Omnibus ini, yang sangat menarik. Kenyataan menarik itu adalah perubahan nama “heading” UU Omnibus ini. RUU Omnibus Cipta Lapangan Kerja, itu nama awal UU Omnibus Cipta Kerja. 

Kata “lapangan kerja” hilang. Menghilangkan kata “lapangan kerja” membawa konsekuensi literal nama RUU berubah dari Omnibus Cilaka menjadi RUU Cipta Kerja. Mengapa kenyataan ini menarik? Perubahan nama itu dimaksudkan untuk menyamarkan tujuan sebenarnya agar tak dikenali masyarakat? Menghindarkan RUU itu dari kritik masyarakat? 

Soal ini, harus diakui tidak ada penjelasan dari Presiden dan DPR yang disajikan ke tengah masyarakat. Tetapi satu hal, kenyataan itu dapat didiskripsi sebagai tak cukup canggihnya politik pembentukan UU ini. Ini jelas berbeda dan kalah canggih dengan politik korporasi yang memprakarsai Federal Reserve Bill. 

Bermaksud mendirikan Bank Sentral, tetapi Wall Street Club tahu kuatnya antipiati masyarakat atas Bank Sentral. Kenyataan itu dikenali dengan sangat cerdas dan disiasati kelompok oligarkis ini dengan sangat canggih. Mereka tidak mau menggunakan nama Bank Sentral. Nama Bank Sentral diganti namanya dengan Federal Reserve. 

Sejauh penelitian Eustace tokoh kunci yang menyodorkan nama Federal Reserve adalah Paul Warburg, salah satu anggota National Monetary Commission. Tokoh ini, Paul Warburg, juga ditemukan Eustace sebagai pencipta apa yang dikenal dengan Citizen Leage, yang kemudian berganti nama menjadi National Citizen Leage.  

Tahu apa fungsinya? National Citizen Leage berfungsi sebagai organisasi, yang didalamnya berkumpul para professor plus gang Wall Street merekayasa persertujuan masyarakat untuk menerima Federal Reserve. Dipimpin oleh Profesor Laughlin, organisasi ini mempropagandakan gagasan-gagasan itu. 

Tidak hanya penyebaran spanduk, organisasi ini juga mengorganisasikan simposium. Dicatat oleh Rothbard, simposium-simposium yang diselenggarakan itu, di antaranya American Academy of Political and Social Science  Philadelphia, dan Academy of Political Science Columbia University. 

Secanggih itu sekalipun kerja Jackyl Island Club atau Wall Street Club, tetap saja tidak mampu menghilangkan identifikasi beberapa kalangan bahwa Federal Reserve tidak lain adalah Bank Sentral. Profesor E.R.A Seligman, salah satu di antara beberapa ilmuan yang terang-terangan menyatakan Federal Reserve tidak lain  adalah bank sentral.

Mungkin telah diperhitungkan, niat tersembunyi Wall Street Club, tentang Federal Reserve sebagai nama lain Sentral Bank, dan Bank Sentral merupakan jawaban tepat yang diperlukan dalam memerangi inflasi, disanggah oleh Senator Root. Bagi Root, sang senator ini, sirkulasi uang akan diperluas secara tak beraturan, indefinitely, justru menjadi penyebab great inflation. 

Senator Root tidak sendirian dalam soal ini. Crozier, seorang lawyer dari Cleveland,  Ohio, Alfred Crozier, yang pernah menulis sebuah buku berjudul U.S Money vs Corporation Curency tahun 1912, setahun sebelum Federal Reserve Bill disetuji House menjadi UU, memberi penilaian menarik. Katanya, Aldrich-Vreeland Act 198 (catata UU menjadi dasar pembentukan National Monetery Commission), adalah instrument Wall Street. 

William McAdoo, Menteri Keuangan pada pemerintahan Willliam Howard Taft disisi lain, yang pada masanya National Monetary Commission dibentuk berdasarkan Aldrich-Vreeland Act, memberi penilaian sangat terbuka. Melalui pers, McAdoo, sang Menteri Keuangan ini mengatakan bill ini sebagai hasil konspirasi  bank-bank besar. 

Singkat cerita, semua oposisi berakhir dalam kekalahan memilukan. Bill itu berhasil disepakati kongres pada tanggal 18 September 1913, dengan komposisi suara 287 setuju dan 85 menolak. Dan senat pada tanggal 22 Desember 1913 menerimanya dengan komposisi suara 43 setuju dan 23 menolak.  Sehari setelah itu, tepatnya tanggal 23 Desember 1913, Presiden Woodrow Wilson, orang yang telah diplot kelompok Wall Street menandatangani Federal Reserve Act.

Tetapi sejarah menunjukan dengan sangat kredibel, kalangan oposisilah yang benar dalam semua aspeknya. Anda tak perlu terlalu pergi jauh hingga tahun 2008, inflasi yang ditakutkan oleh beberapa senator benar-benar terjadi kurang dari sepuluh tahun setelah UU itu berlaku. Amerika dilanda inflasi gila-gilaan diujung tahun 1919. 

Inflasi itu tak dapat dikelola oleh tiga  presiden sesudah Wodroow Wilson, penandatagan Federal Reserve Act itu. Inflasi terus bergerak naik, hingga memuncak dengan terjadinya great inflation, yang dikenal umum dengan great depresion tahun 1928-1933. Tapi mau apa? Waktu tak bisa lagi diputar ke belakang. Rakyat Amerika akhirnya menemukan kenyataan yang ditakutkan Presiden Thomas Jefferson (1801-1809), yaitu mereka dikendalikan sepenuhnya oleh Federal Reserve, ya Bank Sentral.  

Sembari mengenal kenyataan itu, satu kenyataan eksplosif pembentukan UU Omnibus Cipta Kerja, menarik dibandingkan dengan Federal Reserve Act. Untuk yang disebut terakhir ini, UU itu ditandangani Presiden sehari setelah disetujui Kongres. UU Omnibus Cipta Kerja? Sampai dengan tanggal 14 Oktober ini atau 9 (embilan) hari setelah disetujui Presiden dan DPR, belum juga ditandatangani Presiden.

Terlihat cukup amburadul, entah disebabkan oleh pekerjaan politiknya tak diorganisir secara komprehensif, setelah RUU Omnibus disetujui bersama DPR dan Presiden dalam rapat paripurna DPR, masih harus dilakukan perbaikan disana-sini. Sungguh-sungguh merusak tatanan konstitusi, perbaikan atau apapun namanya itu, dilakukan tidak pada forum rapat paripurna.

Darimana Baleg atau organ apapun namanya di DPR memperoleh otoritas konstitusi melakukan penyempurnaan teks RUU, yang telah disetujui bersama DPR dan Presiden jadi UU? Apakah Baleg atau organ apapun namanya diberi mandat oleh rapat paripurna, des mandat dari mayoritas anggota DPR? 

Beralasankah kenyataan sejarah itu dipakai memprediksi kehadiran UU Omnibus Cipta Kerja? Tajuk Republika tanggal 13 Oktober 2020 kemarin, harus diakui secara jujur sangat  beralasan. Pengaturan tentang UMKM, yang digembar-gemborkan tidak memerlukan izin usaha, kecuali mendaftar, bukan tanpa konsekuensi. 

Andai pendaftaran UMKM itu bersifat imperative, tentu harus ada sanksi kepada UMKM yang tidak mendaftar. Mau diapakan orang yang jualan bakso pakai gerobak dorong, jualan nasi goreng pakai gerobak dorong, jualan mie goreng pakai gerobak dorong dan lainnya yang sejenis, yang tidak mendaftar? Dimana mereka harus mendaftar? Di Kantor Kecamatan? Dikelurahan, di Ketua RW atau Ketua RT? 

Kalau pendaftaran UMKM tidak bersifat imperative, maka masalah hukumnya adalah untuk apa aturan pendaftaran itu? Bikin koperasi cukup hanya dengan 9 (Sembilan) orang, sejauh ini dikampanyekan sebagai salah satu kehebatan UU Omnibus ini. Masuk akalkah ini? Tidak. Berapa koperasi yang benar-benar eksis dengan tampilan usaha yang hebat saat ini? 

Proteksi gila-gilaan pemerintahan Orde Baru, juga pemerintahanh Presiden Habibie,  nyatanya tidak berhasil melambungkan koperasi sebagai satu badan usaha yang kompetitif dengan badan usaha lain. Itu sebabnya logis mempertanyakan dimana dan apa keunggulan ketentuan tentang kemudahan pendirian koperasi?  

Rizal Ramli, ekonom kawakan ini, secara umum memberi penilaian yang mirip dengan penilaian ekonom Seligman terhadap gagasan pembentukan  Federal Reserve. Kata Bang Rizal Ramli peningkatan kesejahteraan rakyat yang dijanjikan tidak tercermin dalam UU Omnibus Cipta Kerja. Yang ada memberikan karpet merah kepada oligarki.  

Menurut RR sapaan akrab Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu, UU Cipta Kerja akan menindas petani dan kaum buruh. Sebaliknya, posisi tawar investor dalam UU tersebut semakin menguat. RR pun membandingkan dengan eranya saat duduk dalam pemerintahan Gus Dur. Kabinet waktu itu tidak menggagas UU Cipta Kerja. 

"Waktu saya jadi Menko, kata Rizal Ramli pertumbuhan ekonomi minus 3 persen. Dalam waktu 21 bulan, kita genjot jadi naik 7,5 persen (-3 persen menjadi 4,5 persen). Ini terjadi, kata Rizal Ramli tanpa "Omni Cilaka" (Lihat RMol, 13/10/2020).

Beralasan menyodorkan pernyataan kongklusif bahwa politik pembentukan UU Omnibus ini, tidak hanya tidak komprehenasif, tetapi benar-benar ugal-ugalan. Entah dikejar apa, sehingga mengesampingkan pola kerja oligarki Wall Street dalam membentuk Federal Resrve Act, tetapi penilaian Rizal Ramli UU ini memberi karpet merah pada investor cukup beralasan.

Satu hal, sekalipun politik bekerja dengan cara berbeda dibalik dua UU yang dibandingkan pada uraian ini, hasilnya mirip. Kemiripannya terletak pada kedua UU ini mengangkangi konstitusi. Federal Reserve menenggelamkan, membatasi jangkauan kekuasaan Presiden. Jangkauan presiden ditenggelamkam Federal Reserve Act dengan konsep independensi. 

Konsep ini diotaki oleh Edward Mandel House, mentor politik Woodrow Wilson. Sementara UU Omnibus menenggelamkan  prinsip konstitusi tentang DPR yang direpresentasi oleh rapat paripurna, berubah menjadi dapat direpresentasi oleh Baleg. Begitulah politik bekerja dibalik pembetukan UU. Rusak. 

Jakarta, 15 Oktober 2020. 

  

  

  

  

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement