Rabu 14 Oct 2020 18:13 WIB

Janji Melibatkan Publik di Aturan Turunan UU Ciptaker

Pemerintah mendorong pula sosialisasi isi UU Ciptaker ke daerah-daerah.

Penjual minuman mengayuh sepedanya di depan tembok yang dicoret-coret oleh orang tidak bertanggungjawab saat aksi Tolak UU Cipta Kerja di depan Kedutaan Amerika Serikat, Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Penjual minuman mengayuh sepedanya di depan tembok yang dicoret-coret oleh orang tidak bertanggungjawab saat aksi Tolak UU Cipta Kerja di depan Kedutaan Amerika Serikat, Jakarta, Rabu (14/10/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mahsir Ramadhan, Haura Hafizah, Ronggo Astungkoro, Sapto Andika Candra, Antara

Gelombang penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja masih terjadi hingga hari ini. Di Jakarta massa yang tergabung dalam Persaudaraan pekerja muslim Indonesia (PPMI) dan Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia (FSPASI) memulai aksi sejak pukul 13.00 WIB. Mereka berharap pemerintah mencabut UU Cipta Kerja atau UU Ciptaker.

Baca Juga

"Hari ini kami kembali turun ke jalan, dengan harapan pemerintah dan DPR RI bisa membatalkan UU Ciptaker," ujar koordinator dari mobil komando, Rabu (14/10).

Dalam aksinya, mereka masih memprotes UU yang disahkan secara diam-diam oleh DPR. Padahal, sebagai wakil rakyat, katanya, harus ada koordinasi dalam aturan yang disebut bisa menguntungkan ekonomi itu.

"Justru UU ini menyengsarakan, tidak hanya buruh. Tapi seluruh lapisan masyarakat," Tambah dia.

Uniknya massa FSPASI membawa tiga bebek untuk menunjukkan rasa penolakannya terhadap UU Ciptaker.  "Kenapa kami membawa tiga bebek, sebenarnya kami ingin membawa kurang lebih 13 bebek, hanya kondisi yang tidak memungkinkan maka dari tiga tersebut mewakili dari 13 poin yang sedemikian merugikan kaum buruh," kata koordinator lapangan aksi, Nurdin.

Bebek itu memberikan gambaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lebih mementingkan mengunjungi bebek ke Kalimantan Tengah daripada menemui masyarakat yang beramai-ramai datang ke Istana Merdeka.

Hari ini juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, menerima rombongan pimpinan serikat pekerja Jawa Timur. Para buruh menyampaikan kepada Mahfud, hak keperdataan mereka dirampas oleh UU Ciptaker.

“Kami merasa hak keperdataan kami dirampas, karena soal pesangon misalnya, kesepakatan kami dengan perusahaan sudah jelas dan adil, kenapa mesti diubah lagi dengan UU itu. Kami merasa hak keperdataan kami dirampas,” ujar Jazuli dari KSPI Jawa Timur saat pertemuan di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat.

Sekitar 25 perwakilan buruh yang hadir antara lain dari KSPSI Jatim, SBSI, KSPI, SPM, KSBSI, Buruh Sidoarjo, dan lain-lain perwakilan buruh di Jawa Timur. Mereka datang dengan didampingi Gubernur Khofifah Indar Parawansa untuk berdialog dengan Mahfud terkait UU Ciptaker yang baru disahkan oleh DPR.

Menanggapi berbagai masukan dari para perwakilan pekerja di Jawa Timur itu, Mahfud mengatakan, gagasan awal pembentukan UU Ciptaker adalah untuk memudahkan perizinan agar praktik korupsi dan pungutan liar menurun. Tujuan utama lainnya adalah agar kesempatan kerja terbuka untuk menampung angkatan kerja baru dan para pengangguran yang totalnya saat ini mencapai sekitar 13,5 juta orang.

Meski begitu, masukan dari para perwakilan buruh ini Mahfud sebut bisa menjadi masukan dalam persiapan penyusunan rancangan peraturan pemerintah (PP). Terkait angka-angka besaran pesangon, Mahfud mengatakan, dia akan menyampaikannya ke Menteri Tenaga Kerja sebagai masukan.

Mahfud menerangkan, terkait pelibatan dan aspirasi dari serikat pekerja dalam penyusunan RUU Ciptaker, pimpinan serikat pekerja sudah berdialog dan berdiskusi dengan pemerintah. Di kantor Kemenko Polhukam misalnya, sebagian besar pimpinan serikat pekerja sudah bertemu sebanyak tiga kali, dan 63 kali dengan instansi-instansi pemerintah lain yang terkait.

Pertemuan-pertemuan itu antara lain menghasilkan berbagai masukan dari serikat pekerja kepada pemerintah. Meski demikian, karena namanya berembuk untuk mendapatkan jalan tengah, maka ada sejumlah usulan yang diterima dan sebagian lagi tidak dipenuhi.

Pemerintah segera menyusun aturan turunan UU Ciptaker yang sudah disahkan DPR pekan lalu. Dalam penyusunan aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres) nanti, pemerintah berjanji melibatkan publik. Dalam kurun waktu tiga bulan, aturan turunan UU Ciptaker akan dibuat dengan melibatkan akademisi, tokoh masyarakat, dan organisasi masyarakat.

 

"Partisipasi publik akan diberi ruang supaya peraturan turunan ini menjadi sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan secara publik. Semua bisa memberi masukan terhadap aturan turunan ini," ujar Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian, Rabu (14/10).

Donny menambahkan, target pemerintah setelah diterimanya naskah final adalah segera menyusun aturan turunan UU Ciptaker. Sesuai arahan Presiden Jokowi, aturan turunan berupa PP dan Perpres ini akan disusun paling lama hingga tiga bulan ke depan.

Bersamaan dengan penyusunan aturan turunan, pemerintah mempersilakan masyarakat yang menolak UU Ciptaker untuk mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Naskah final UU Cipta Kerja sendiri sudah diserahkan Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar Presiden Jokowi melalui Mensesneg Pratikno, siang tadi. Draf yang diserahkan ke Istana tersusun dari 812 halaman.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendorong sosialisasi UU Ciptaker secara transparan ke daerah. “Sehingga memiliki kesamaan visi dan juga memiliki amunisi untuk menentukan sikap," kata  Tito.

Kemudian lanjut Tito juga dapat mengambil langkah-langkah yang bukan hanya langkah-langkah responsif ketika ada demonstrasi saja. "Tapi juga langkah langkah proaktif dalam menjelaskan UU Cipta Kerja,” ujar Mendagri dalam Rapat Koordinasi Sinergitas Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Pelaksanaan Regulasi Omnibus Law.

Ia juga menyarankan agar materi yang berasal dari lebih dari 70 undang-undang yang digabung menjadi UU Ciptaker itu dapat dipelajari berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang ada di masing-masing daerah. Tujuannya menghindari penggunaan waktu yang tidak efektif.

Mendagri akan memberikan soft copy untuk disebarkan kepada pemerintah daerah (Pemda) dan Forkopimda, sehingga bisa dijadikan sebagai rujukan dan referensi untuk rencana pelaksanaan pembelajaran dan pendalaman di daerah masing-masing.

photo
UU Cipta Kerja masih butuh aturan turunan - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement