Rabu 14 Oct 2020 13:37 WIB

Klaster Pesantren dan Sekolah yang Mengancam Jawa Tengah

Sebanyak 648 kasus Covid-19 muncul dari klaster pesantren dan sekolah Jawa Tengah.

Ilustrasi Pondok Pesantren. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mewaspadai klaster penyebaran Covid-19 di pondok pesantren dan sekolah.
Foto: Antara/Fauzan
Ilustrasi Pondok Pesantren. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mewaspadai klaster penyebaran Covid-19 di pondok pesantren dan sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Antara

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mewaspadai klaster penyebaran Covid-19 di pondok pesantren dan sekolah. Upaya dan tindakan preventif dilakukan menekan laju kasus positif di pesantren dan sekolah.

Baca Juga

"Hingga saat ini, dua klaster itu mendominasi kasus Covid-19, di samping sejumlah klaster lain yang masih ditemui kasus corona," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo di Semarang, Rabu (14/10).

Ia menyebutkan untuk klaster pondok pesantren dan sekolah itu tercatat jumlah mencapai 648 kasus. Jika bisa ditangani dengan baik, maka penurunan kasus akan bisa terjadi dengan signifikan. Untuk klaster pondok pesantren, kata dia, tersebar di Kebumen, Banyumas, dan daerah lain.

Kendati demikian, pihak pondok pesantren bersama pemerintah setempat telah mengambil langkah cepat seperti di melakukan lockdown di lokasi ponpes dan yang berada di dalam ponpes tidak boleh keluar.

"Demikian juga sebaliknya, yang berada di luar ponpes dilarang masuk, sedangkan untuk Banyumas, penanganannya dilakukan dengan mengisolasi mereka yang terinfeksi Covid-19 di sejumlah hotel dan tempat diklat di sekitar pondok pesantren," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang menyampaikan ada beberapa klaster yang menjadi perhatian. Di antaranya klaster pondok pesantren, sekolah, perkantoran, dan lainnya.

Ganjar berharap agar tidak ada stigma negatif baik terhadap penderita Covid-19 maupun yang sudah sembuh. "Oleh karena itu dilakukan juga mitigasi klaster, serta menggencarkan penegakan disiplin melalui operasi yustisi penerapan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19," katanya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Wakil Ketua Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kasus konfirmasi Covid-19 mingguan di Jawa Tengah terus meningkat. Tapi di sisi lain terdapat tren kasus mortalitas menurun di Jawa Tengah.

"Dalam tujuh hari terakhir, Provinsi Jawa Tengah masih punya kenaikan kasus Covid-19 yang meningkat, tapi mortalitasnya rendah memang. Apabila data tujuh hari terakhir dibandingkan dengan minggu-minggu sebelum-sebelumnya, provinsi Jawa Tengah masih memiliki tren kasus mingguan yang terus meningkat. Namun, di sisi yang lain, kasus mortalitas di Jawa Tengah secara mingguan memiliki tren yang menurun sejak pertengahan September," ungkap Luhut dalam rapat bersama seluruh pemerintah daerah Jawa Tengah, Senin (12/10).

Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (13/10), Luhut mengatakan tingkat kesembuhan Provinsi Jawa Tengah masih berada di bawah tingkat kesembuhan nasional sebesar 76,5 persen. Walaupun begitu, sepanjang pertengahan September hingga sekarang, tingkat kesembuhan di provinsi itu meningkat dari 65 persen menjadi 71 persen pada 11 Oktober 2020.

Kendati tingkat kesembuhan membaik per Oktober 2020, Luhut mengingatkan untuk terus mengontrol Bed Occupancy Rate (BOR) di ICU rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah, karena terjadi kenaikan beberapa persen pada Oktober. "Untuk recovery rate di Jawa Tengah memang menurun dan hal ini perlu dijaga oleh kita semua, tetapi jangan lupa juga untuk melihat BOR di Jawa Tengah. Ini juga perlu diwaspadai, karena sudah 65,1 persen sejak pertengahan September, tingkat BOR ICU Jawa Tengah selalu berada di bawah 60 persen," katanya.

Oleh karena itu, Luhut meminta semua jajaran mulai dari tenaga kesehatan, rumah sakit, hingga aparat Polda dan Pangdam Jawa Tengah memperhatikan hal tersebut, mengingat kasus konfirmasi masih terus bermunculan.

Tercatat kasus konfirmasi aktif yang terjadi ada di beberapa kabupaten dan kota yang masih memiliki kasus aktif tertinggi. Yaitu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Pati, Kudus, Kebumen, Wonosobo, Brebes, dan Sukoharjo.

Walaupun begitu, tren mingguan menunjukkan bahwa angka kasus di Kota Semarang sudah menunjukkan tren yang lebih positif. Namun untuk wilayah lain seperti, Kabupaten Semarang, Kebumen, Wonosobo, Brebes, dan Sukoharjo pada beberapa minggu terakhir menunjukan tren angka kasus yang terus meningkat.

Luhut pun mengingatkan kepada seluruh jajaran untuk terus berkoordinasi antara pihak pemerintah di masing-masing daerah dan aparat setempat. "Tolong dari data ini, bapak dan ibu bupati wajib waspada. Kota Semarang ada 9.648 yang terkonfirmasi kasus konfirmasi aktif, kemudian ada kasus kematian 644 jiwa. Tertinggi di Kota Semarang. Kota Semarang dan Pati sudah mengalami penurunan tren. Walaupun begitu untuk daerah seperti Kebumen, Wonosobo, Brebes, dan Sukoharjo juga punya kenaikan yang signifikan untuk kasus konfirmasi. Untuk beberapa daerah ini mohon setiap bupati terus memperhatikan angka ini dan berkoordinasi dengan semua pihak untuk menurunkan angka konfirmasi aktif di daerah ini," pesannya.

Luhut mengatakan tren kasus di Jateng sebetulnya sudah cukup bagus, namun perlu ada beberapa titik perbaikan yang perlu dipercepat. Luhut pun memerintahkan pemda setempat untuk memperkuat kerja sama dengan aparat di tingkat Polda dan Pangdam, Polres, dan juga Polsek setempat.

"Harus diintensifkan operasi untuk menurunkan kasus konfirmasi ini antara Pemda setempat seperti Gubernur dan Bupati di masing-masing daerah, terutama daerah yang masih memiliki peningkatan yang signifikan dengan aparat Polri dan TNI. Mohon operasinya dari Kapolda dan Pangdam, anda bisa melakukan tindakan yang lebih terukur. Fokus kepada wilayah yang mengalami kenaikan kasus yang signifikan. Wilayah yang memiliki kasus konfirmasi yang meningkat mohon semua bahu-membahu," tambahnya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berpendapat perlu penerapan protokol kesehatan khusus serta kerja sama antara pemerintah dengan para ulama dan pengasuh dalam menangani klaster Covid-19 di sejumlah pondok pesantren. Ganjar beberapa waktu lalu mengatakan kunci menekan kasus Covid-19 di pesantren ada di para kiai, nyai, sesepuh, dan Kemenag.

Menurut Ganjar, potensi penyebab penularan Covid-19 juga penting untuk diketahui oleh masyarakat di lingkungan pondok pesantren sehingga dibutuhkan kader yang dilatih untuk memberi edukasi dan menambah literasi. Selain itu, lanjut dia, munculnya ketakutan pada masyarakat pesantren mengenai stigma orang yang terpapar Covid-19 juga harus segera diubah.

"Ini penting karena kalau tidak akan menjadi keresahan, maka kita mesti jaga perasaan dan kepada para ulama-ulama, memang penting untuk kita bicara," ujarnya.

Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan penanganan Covid-19 di pondok pesantren harus dilakukan dengan cepat mengingat ponpes menjadi salah satu tempat yang berpotensi menjadi klaster. "Sebenarnya itu terjadi ya sama kayak di kantor juga, maka jangan kemudian diberikan stempel-stempel yang berlebihan, maka kita siap untuk membantu," katanya.

Sementara itu, Gus Yasin, sapaan akrab Wagub Jateng, meminta pihak terkait tidak memulangkan para santri pondok pesantren di beberapa kabupaten yang menjadi klaster baru Covid-19 guna mengantisipasi meluasnya penyebaran ke daerah lain. "Kalau dipulangkan, khawatirnya mereka akan memberikan penyebaran di kampungnya masing-masing. Tahan dulu, jangan dipulangkan begitu saja, laporkan ke kami, kami akan bantu apa yang diperlukan pondok pesantren dalam rangka penanganan ini," ujarnya.

Pakar Epidemiologi UGM, dr Citra Indriani, mengatakan ponpes atau tempat tinggal jenis asrama menjadi area rentan terjadinya klaster penyakit menular. Alasannya, di tempat itu banyak orang yang berasal dari berbagai wilayah datang untuk berkumpul di satu tempat. "Hal ini berisiko mempertemukan orang infeksius dengan mereka yang masih rentan," kata Citra.

Dosen FKKMK UGM ini menyampaikan, upaya-upaya pencegahan penularan Covid-19 di asrama maupun pondok pesantren sangat dimungkinkan. Cara pencegahan utama yang bisa dilakukan yakni dengan menerapkan protokol kesehatan.

Soal keamanan ponpes tetap beroperasi selama pandemi, dia berpendapat, tidak masalah jika ada yang ingin melaksanakannya. Namun, Citra menekankan, dalam pelaksanaan harus mematuhi protokol kesehatan secara ketat.

Selain itu, kegiatan pendidikan penting dilakukan secara bertahap. Sebelum mulai mengikuti pendidikan, langkah awal yang sebaiknya dilakukan pengurus dengan menerapkan karantina mandiri ke siswa baru atau siswa baru kembali.

Karantina dilakukan di kamar tersendiri yang tidak bercampur satu sama lain hingga 14 hari pengamatan. Namun, dia mengingatkan, membuat kondisi ponpes atau tempat tinggal asrama membudayakan protokol kesehatan tidak mudah.

"Tapi, bukan berarti tidak bisa karena semua butuh waktu. Selain itu, resiko buka tutup kelas tatap muka harus dipahami penyelenggara pendidikan, formula yang tepat seperti mendiskusikannya dengan Dinas Kesehatan," ujar Citra.

photo
Kementerian Agama (Kemenag) menyampaikan protokol kesehatan bagi pesantren pada masa pandemi virus corona atau Covid-19. - (Pusat Data Republika, Kemenag, )

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement