REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretariat DPR RI masih belum mengirimkan UU Cipta Kerja (Ciptaker) ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sekretariat DPR RI beranggapan, ada waktu tujuh hari kerja untuk mengirim draf UU tersebut.
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengatakan, tujuh hari yang dimaksud sejak pengesahan pada Senin (5/10) lalu adalah tujuh hari kerja. Karena itu, hari Sabtu dan Minggu pada akhir pekan tidak dihitung.
DPR RI akan mengirim UU tersebut paling lambat pada Rabu (14/10) mendatang. "Jadi yang disebut tujuh hari adalah tujuh hari hari kerja. Nah, hari kerja itu adalah hari rabu, bukan sabtu minggu gak dihitung. Nah yang disebut di dalam UU itu tujuh hari kerja mulai Rabu (14/10), bukan hari ini," kata Indra saat dihubungi pada Senin (12/10).
Dengan demikian, Indra juga memastikan UU tersebut belum diterima Jokowi. "Belum," ujarnya.
Dalam perkembangan terakhir, Indra mengatakan, UU Cipta Kerja itu berisi 1,035 halaman. Meski sudah disahkan dalam Rapat Paripurna sejak Senin (5/10), draf itu justru baru akan dituntaskan hari ini.
"Siang ini masih mau difinalkan dulu. Itu yang terakhir dibahas sampai kemarin," ujar Indra.
Indra mengatakan, finalisasi yang dimaksud hanya terkait salah ketik, tanda baca, spasi dan format penulisan lainnya. Draf berjumlah 1.035 halaman ini, kata Indra, menyempurnakan penulisan draf UU berjumlah 905 halaman yang juga beredar di internet.
"Iya itu kan yang paripurna basisnya itu (905 halaman), tapi kemudian itu kan formatnya kan masih format belum dirapikan. Setelah dirapikan spasinya, redaksinya segala macam itu yang disampaikan Pak Aziz itu (1035 halaman)," kata Indra.
Sebagaimana diketahui, keberadaan draf UU CIpta Kerja menimbulkan polemik di masyarakat. RUU CIpta Kerja telah disahkan sejak Senin (5/10), tetapi kebenaran draf-nya justru simpang siur.
Sekretariat berdalih bahwa draf itu masih dirapikan. Sementara itu, anggota DPR yang mengesahkan RUU tersebut mengaku tak tahu mana draf resmi yang disahkan dalam Rapat Paripurna itu.
Setelah disahkan, draf tersebut perlu tanda tangan Presiden RI Joko Widodo sebagai tanda berlakunya RUU menjadi UU. Jika Jokowi tak membubuhkan tanda tangannya dalam 30 hari maka akan berlaku otomatis sebagai UU.