REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai, demonstrasi penolakan Omnibus Law beberapa hari yang lalu kentara akan aksi menunggangi satu sama lain. Menurutnya, tidak semua aksi demonstrasi murni untuk menyampaikan aspirasi atau tuntutan belaka.
"Karena prinsipnya manusia itu saling menunggangi. Kalau saya mengatakan, disitu saling menunggangi antara satu pihak dengan pihak yang lain," kata Emrus saat dikonfirmasi, Ahad (11/10).
Menurutnya, dalam fenomena politik, termasuk demonstrasi, merupakan suatu rangkaian peristiwa yang tidak muncul secara tiba-tiba. Dia mengatakan, karena tidak ada satupun perilaku manusia tanpa direncanakan sebelumnya.
Kendati demikian, ia tidak bisa memastikan siapa aktor dominan yang menunggangi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja. Namun dia melanjutkan, secara teoritis dan hipotesis, aktor politik yang berada di luar lapangan terlihat lebih dominan.
"Menurut saya perlu dilakukan kajian mendalam ihwal hal tersebut (aktor demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja)," katanya.
Di sisi lain, dia berpandangan, tidak ada pilihan bagi rezim saat ini untuk mengajak dialog, berkomunikasi dan menampung aspirasi aktor di balik demonstrasi kemarin. Dia mengatakan, meskipun tidak semua aspirasi harus diakomodasi atau diterima namun harus dikompromikan.
Dia meminta masyarakat agar jangan sampai terpolarisasi daripada perilaku politikus yang ada di balik aktor demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja. Menurutnya, masyarakat harus kritis dalam memberikan dukungan dan pilihan tanpa harus memihak salah satu kubu.
"Biasa saja jika para politikus berbeda pendapat. Tapi pada akhirnya masuk meja perundingan juga dan ada kompromi," katanya.
Seperti diketahui, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ciptaker menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Masa Sidang IV tahun sidang 2020-2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10) sore.
Kebijakan tersebut lantas mendorong aksi massa menolak pengesahan Omnibus Law terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Tidak sedikit demonstrasi yang terjadi berakhir ricuh antara massa dan dan petugas hingga terjadi perusakan fasilitas publik.