REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah wartawan dilaporkan mengalami pemukulan bahkan penangkapan oleh kepolisian saat meliput demo tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Bahkan masih ada wartawan yang hilang belum ditemukan saat liputan aksi.
Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menegaskan bahwa wartawan tidak boleh mengalami intimidasi dan kekerasan saat meliput. Sebab, kerja mereka dilindungi undang-undang.
"Wartawan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Maka, kekerasan kepada wartawan sangat disayangkan," kata Suparji kepada Republika, Jumat (9/10).
Ia juga menegaskan intimidasi kepada wartawan bertententangan dengan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Wartawan, kata dia, memiliki hak untuk menjalankan kerja jurnalistik yang harus dihormati aparat negara.
"Penangkapan sangat bertentangan dengan hukum dan HAM," katanya.
Maka dari itu, pelanggaran hukum dan HAM itu mesti dipersoalkan. Karena yang melakukannya adalah aparat kepolisian yang semestinya melindungi masyarakat dari kejahatan HAM.
"Terlebih ini dilakukan oleh Polisi. Seharusnya Polisi bisa membedakan mana wartawan dan mana peserta demo," katanya.
Oleh sebab itu, ia menekankan agar polisi melalukan evaluasi dalam mengamankan kegiatan aksi. Jangan sampai, kata dia, wartawan yang dilindungi undang-undang justru menjadi korban.
"Wartawan yang ditangkap harus segera dibebaskan dan polisi perlu melakukan evaluasi," tutup Suparji.