REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Sebanyak 25 orang pengunjuk rasa yang diamankan polisi saat demo menolak UU Cipta Kerja di Kota Cirebon pada Kamis (8/10) kemarin, dinyatakan reaktif. Mereka akan segera dirujuk ke Satgas Covid-19 Kota Cirebon.
Ke-25 orang itu merupakan bagian dari 129 orang pengunjuk rasa yang diamankan jajaran Polres Cirebon Kota. Aksi unjuk rasa di Kota Cirebon pada Kamis (8/10) berlangsung ricuh.
Dari 129 orang yang diamankan itu, sebanyak 49 orang di antaranya adalah pelajar di bawah umur, 15 orang anggota geng motor, 38 orang merupakan masyarakat tanpa pekerjaan atau yang bersifat swasta dan 27 orang lain merupakan mahasiswa. "Mereka semua langsung dilakukan rapid tes. Hasilnya ada 25 orang yang reaktif," ujar Kapolres Cirebon Kota (Ciko), AKBP Syamsul Huda, Jumat (9/10).
Seluruh pengunjuk rasa yang reaktif itu segera dirujuk ke Satgas Covid-19 Kota Cirebon untuk penanganan lebih lanjut. Saat ini, lanjut Syamsul, pemeriksaan terhadap para pengunjuk rasa yang diamankan oleh jajarannya masih berlangsung. Dia mengakui, lamanya pemeriksaan itu karena jumlah penyidiknya yang memang terbatas. "Pemeriksaan kita lakukan secara marathon," tukas Syamsul.
Setelah pemeriksaan selesai, kata Syamsul, para pengunjuk rasa akan dikemballikan ke keluarganya masing-masing. Apalagi, mereka rata-rata masih anak-anak di bawah umur.
Pihak keluarga pun disarankan untuk menjemput. Para pengunjuk rasa dipastikan dikembalikan kepada keluarga dalam kondisi sehat dan baik. Syamsul menambahkan, di antara para pendemo, adapula yang membawa senjaga tajam. Bahkan setelah dilakukan pemeriksaan dengan pengambilan sample secara random, ditemukan dua orang yang positif menggunakan narkoba.
Namun, untuk penetapan status mereka, polisi masih akan melakukan pengumpulan bukti-bukti terlebih dahulu. Dalam kesempatan itu, Syamsul juga membantah adanya kabar pengunjuk rasa yang meninggal dunia. Selain itu, tidak ada pula pengunjuk rasa yang sampai harus masuk rumah sakit. "Sedangkan dari pihak petugas, ada empat orang yang mengalami luka memar terkena lemparan," tutur Syamsul.
Syamsul menyatakan, dari sisi kendaraan dinas, aksi kemarin telah menyebabkan satu unit ambulance pecah kaca di bagian belakang. Begitu pula kendaraan taktis, juga mengalami kerusakan pada kaca bagian depannya setelah dilempari massa.
Sementara itu, Wali Kota Cirebon, Nashrudin Azis, mengakui adanya kerusakan pada sejumlah fasilitas umum, seperti lampu, kaca, termasuk kerusakan trotoar. Namun, dia belum dapat memastikan nilai kerugian dan menyebutnya masih dalam batas kewajaran.
"Pengamatan saya ada kaca dan lampu pecah, trotoar rusak, hanya masih dalam batas kewajaran," tukas Azis.
Azis mengungkapkan, peristiwa yang terjadi kemarin itu merupakan bagian dari dinamika sebuah demonstrasi. Dia menyatakan, aksi unjuk rasa tersebut menunjukkan warga Kota Cirebon kritis terhadap produk undang-undang pemerintah.
Namun meski demikian, Azis berharap agar aksi unjuk rasa tetap dilakukan dengan tertib. Hal itu demi keselamatan semua pihak. "Saya harap unjuk rasa fokus pada masalah, tidak emosi apalagi sampai bertindak anarkis," cetus Azis.
Seperti diberitakan sebelumnya, aksi unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja di Kota Cirebon berlangsung ricuh. Bentrok terjadi antara pengunjuk rasa dan polisi. Pengunjuk rasa melempari petugas menggunakan batu dan benda apa pun yang mereka temukan di jalanan.
Polisi pun mengerahkan kendaraan water cannon untuk membubarkan massa. Gas air mata juga berkali-kali ditembakkan. Situasi akhirnya dapat dikendalikan setelah ada bantuan pengamanan dari sejumlah polres yang ada di sekitar Kota Cirebon.