Rabu 07 Oct 2020 15:13 WIB

DPR Minta Polisi Ungkap Penyebar Hoaks Pasal UU Ciptaker

Wakil Ketua DPR meminta masyarakat tak terpancing hoaks pasal UU Ciptaker.

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta masyarakat tidak terprovokasi kabar bohong (hoaks) di media sosial terkait poin-poin penting yang ada dalam RUU Cipta Kerja yang telah disetujui DPR menjadi UU dalam Rapat Paripurna pada Senin (5/10). Azis meminta masyarakat membaca secara utuh agar tidak termakan hoaks yang disebarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

"Saya minta masyarakat dapat menyaring dan melakukan kroscek terlebih dahulu terhadap informasi yang beredar. Hal itu agar informasi yang masuk tidak membuat kita mudah terhasut dengan informasi yang bohong atau hoaks," kata Azis Syamsuddin di Jakarta, Rabu (7/10)

Baca Juga

Azis meminta aparat Kepolisian dapat mengungkap pelaku penyebaran hoaks tersebut dan membuka motifnya. Azis mengajak seluruh elemen masyarakat dapat bijak dalam menggunakan media sosial.

"Bijak menggunakan sosial media, jangan sampai kita justru harus berurusan dengan penegak hukum karena menyebarkan berita yang tidak benar ke publik" ujarnya.

Azis menjelaskan beberapa kabar hoaks, misalnya, terkait beberapa hak-hak pekerja seperti uang pesangon, Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan HMSP. "Poin-poin yang terdapat dalam Undang Undang Cipta Kerja seperti Uang Pesangon, UMP, UMK, HMSP yang dikabarkan dihilangkan, itu tidak benar atau informasi bohong," ucap Azis menegaskan.

Dia menjelaskan, terkait uang pesangon tetap ada dalam RUU Ciptaker yaitu tercantum dalam Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156. Dalam Pasal 156 ayat (1) disebutkan bahwa "dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4) mengatur pemberian uang pesangon, uang penghargaan, dan uang pengganti hak berdasarkan masa kerja para pekerja. "Uang pesangon tetap ada tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156 dan upah minimum tetap ada," ujar Azis.

Terkait upah minimum diatur dalam Bab IV Pasal 88 ayat (3) yang menyebutkan "Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi, upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement