REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan, kini tinggal tugas utama pemerintahlah untuk menyosialisasikan regulasi tersebut.
Sebab, saat ini banyak bertebaran isu-isu tak benar perihal isi dari UU Cipta Kerja di media sosial. Salah satunya adalah dihapusnya hak cuti haid dan cuti hamil bagi pekerja.
"Beban sosialisasi ada di Kementerian Hukum dan HAM. Dalam hal ini Dirjen Perundang-undangan," ujar Azis di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/10).
DPR, kata Azis, akan mengambil peran sosialisasi UU Cipta Kerja hanya 30 persen sisanya. Sebab, hal tersebut disebutnya telah diatur dalam anggaran satuan kerjanya. "Memang, tadi saya sampaikan beban bobot satker anggaran kita 30 persen. Sehingga kadang-kadang di dalam daerah itu kita lakukan sosialisasi," ujar Azis.
Meski begitu, ia memastikan bahwa UU Cipta Kerja akan disosialisasikan anggota DPR selama masa reses. Termasuk menampung aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing.
"Setiap anggota ini turun ke daerah turun ke dapil, sekaligus menyosialisasikan apa yang telah dilakukan DPR pada masa sidang pertama 2020-2021," ujar Azis.
Ia juga mengaku tak masalah jika ada pihak yang ingin melakukan uji materi atau judicial review Undang-Undang Tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, sebelumnya ada banyak produk DPR yang mengalami hal serupa.
"Diuji materi di MK bukan hanya ini. Jadi tolong cek statistiknya, saya punya data yang diuji di MK, undang-undang produk DPR dan pemerintah itu cukup banyak. Jadi bukan hanya ini," ujar Azis