REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Indra Iskandar mengklarifikasi mengenai insiden mikrofon mati saat anggota Fraksi Partai Demokrat DPR menyampaikan interupsi dalam rapat paripurna pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di rapat paripurna kompleks Senayan pada Senin (5/10).
Indra menegaskan, pimpinan sidang hanya menjalankan tugas untuk menjaga ketertiban peserta rapat saat menyampaikan pendapat. "Semua diberikan waktu untuk berbicara, bergantian. Jika sampai dimatikan mikrofonnya, itu hanya untuk menertibkan lalu-lintas interupsi. Pimpinan punya hak mengatur jalannya rapat,” kata Indra dalam pernyataannya, di Jakarta, Selasa (6/10).
Rapat paripurna tersebut dipimpin Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin dari Fraksi Partai Golkar. Azis sempat beradu pendapat dengan anggota Fraksi Demokrat DPR, Benny Kabur Harman.
Gambar berbicara, saat Anggota @FPD_DPR Irwan Fecho bicara menyampaikan sikap anggota, mic dimatikan oleh Pimpinan DPR . This is democracy??! pic.twitter.com/CNZMbdAfBn
— Imelda Sari (@isari68) October 5, 2020
Benny merasa tidak diberikan hak berbicara, sedangkan Azis menyampaikan Fraksi Partai Demokrat sudah diberi tiga kali kesempatan berbicara dalam rapat paripurna. Ketiganya adalah Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Hasan yang membacakan pandangan akhir tentang Omnibus Law RUU Cipta Kerja, serta Irwan Fecho dan Didi Irawadi Syamsuddin, yang mengajukan interupsi sebelum RUU itu disahkan.
"Jadi mohon maaf, kita harus sama-sama memahami bahwa yang ingin berbicara bukan hanya Partai Demokrat, karena fraksi lain juga ingin menyampaikan pendapatnya. Saya pikir sudah jadi kewajiban pimpinan sidang untuk menertibkan jalannya rapat agar semua fraksi dapat hak menyampaikan aspirasi," ujar Syamsuddin.
Iskandar menuturkan, pimpinan DPR bukan menghalangi Fraksi Demokrat berbicara, melainkan memberi kesempatan fraksi-fraksi lain menyampaikan pendapatnya. Sementara untuk mikrofon di ruang rapat paripurna DPR, kata dia, memang sudah diatur otomatis mati setelah lima menit digunakan.
Hal itu, kata dia, dilakukan agar masing-masing anggota memiliki waktu bicara yang sama dan supaya rapat berjalan efektif serta terukur dari sisi waktu dan substansi. "Supaya tidak ada tabrakan audio yang membuat hang, maka perlu diatur lalu-lintas pembicaraan," kata Iskandar.
Dalam video yang beredar di media sosial (medsos), kala Irwan Fecho selaku anggota Komisi V DPR berbicara, Azis memberi kode kepada Ketua DPR Puan Maharani yang duduk di sampingnya untuk mematikan suara mikrofon. Alhasil, ketika interupsi yang dilakukan Irwan sedang berlangsung, gerakan tangan Puan membuat protes yang disampaikan anggota Fraksi Demokrat DPR tak lagi terdengar.