Senin 05 Oct 2020 15:07 WIB

Menghapus Peran Importir Garam dan Gula

Pemegang izin impor diawasi agar kuota tidak rusak harga gula dan garam petani lokal.

Petani memanen garam.  Presiden meminta integrasi dan estensifikasi lahan garam rakyat di 10 provinsi produsen utama. Presiden menekankan Indonesia harus bisa menekan impor garam ke Tanah Air dan mengutamakan garam lokal.
Foto: ANTARA/Saiful Bahri
Petani memanen garam. Presiden meminta integrasi dan estensifikasi lahan garam rakyat di 10 provinsi produsen utama. Presiden menekankan Indonesia harus bisa menekan impor garam ke Tanah Air dan mengutamakan garam lokal.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Antara

Pemerintah menghapus peran importir gula dan garam dalam rantai pasok dua komoditas tersebut dari luar negeri ke industri dalam negeri. Bila sebelumnya impor gula dan garam dilakukan oleh perusahaan importir, maka ke depannya industri aneka pangan bisa langsung melakukan importasi sendiri tanpa perantara. Langkah ini diambil untuk mengurangi celah rembesan gula dan garam impor ke pasaran yang selama ini kerap terjadi.

Baca Juga

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, rekomendasi sekaligus izin impor gula dan garam akan diterbitkan sendiri oleh Kementerian Perindustrian. Kemenperin pula yang akan melakukan pengawasan agar tidak terjadi rembesan gula rafinasi dan garam industri ke pasaran. Sanksi tegas pun disiapkan bagi industri pemegang izin impor yang menyelewengkan wewenangnya dengan menjual produk impor ke pasar.

"Ini bukan hanya garam loh. Gula pun nanti industri itu yang impor. Jadi tidak ada lagi importir gula, melainkan industri makanan itu yang impor. Jadi lebih sederhana. Kalau melanggar dan jual ke pasar akan kena sanksi. Jadi kita tidak akan ada harga gula yang bikin gila-gilaan," ujar Luhut dalam keterangan pers usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Senin (5/10).

Nantinya, industri pangan bisa mengajukan rekomendasi dan izin impor sendiri kepada pemerintah. Luhut memastikan, seluruh pemegang izin impor akan diawasi agar kuota yang diberikan tidak diselewengkan untuk merusak harga gula dan garam petani di pasaran lokal.

"Supaya kita bertahun-tahun jangan direcokin soal gula dan garam ini lagi," ujar Luhut.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menambahkan, verifikasi rekomendasi dan izin impor akan dilakukan secara ketat. Kemenperin menggandeng BUMN, PT Sucofindo, untuk melakukan verifikasi terhadap kebutuhan garam dan gula untuk setiap industri pengguna. Dilibatkannya pihak ketiga dalam verifikasi kebutuhan impor ini diharapkan membuat rekomendasi dan izin yang diterbitkan lebih objektif.

"Kami juga tidak akan membiarkan bahan baku yang diimpor oleh industri merembes ke pasar sehingga mengganggu petani gula dan garam. Ini akan kami berikan sanksi yang sangat tegas bagi industri yang sudah kami berikan izin impor bahan baku industri, dan malah salah gunakan untuk merembes ke pasar," ujar Agus menjelaskan.

Pemerintah mencatat, kebutuhan garam untuk industri terus meningkat dari tahun ke tahun. Kebutuhan garam industri tahun 2020 mencapai sekitar 2,9 juta ton, mengalami kenaikan 6,8 persen dibanding tahun 2019. Agus pun meyakini kebutuhan garam industri akan terus meningkat dalam tahun-tahun mendatang, seiring dengan ikut meningkatkan kapasitas produksi dan permintaan. Sebagian besar garam industri sendiri diserap oleh industri chlor alkali atau petrokimia, seperti Asahimas, Sulfindo, hingga Riau Andalan Pulp & Paper.

"Jadi kami harap ke depan kebutuhan garam industri akan semakin besar sejalan dengan pertumbuhan industri," kata Agus.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah akan mengembangkan konsep garam industri terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mencegah impor. "Paling tidak kebutuhan garam aneka pangan dan pertambangan, kalau kita kembangkan konsep garam industri terintegrasi, dimana setiap unitnya bisa menghasilkan 40 ribu ton per tahun, dengan investasi 40 miliar rupiah, maka kalau kita bisa tambah 14-15 unit yang serupa agar bisa menghasilkan kira-kira 600-700 ribu ton (garam) per tahun," kata Bambang dalam konferensi pers secara virtual dari kantornya, Senin (5/10).

Bambang menyampaikan hal tersebut seusai mengikuti rapat terbatas dengan topik "Percepatan Penyerapan Garam Rakyat" yang dipimpin Presiden Joko Widodo melalui video conference.

Dalam rapat tersebut, Presiden Jokowi mengemukakan ada 2 masalah utama garam rakyat yaitu rendahnya kualitas garam rakyat sehingga tidak memenuhi standar kebutuhan industri dengan 738 ribu ton garam rakyat yang tidak terserap industri dan rendahnya produksi garam nasional Indonesia. Sehingga meningkatkan impor yaitu mencapai 2,9 juta ton per tahun dengan kebutuhan terbesar yakni 2,3 juta ton adalah untuk industri chlor alkali plant (CAP).

"Maksudnya garam industri terintegrasi adalah pabrik garam yang terintegrasi langsung dengan lahannya sehingga para petani garam nantinya bisa menjual hasil garam rakyatnya yaitu NaCl yang masih di bawah 90 persen kepada pabrik," ungkap Bambang.

Selanjutnya pabrik tersebut yang akan meningkatkan kualitas garam rakyat tersebut menjadi garam industri dengan kandungan NaCl di atas 97 persen.

"Kualitas NaCl garam rakyat setelah melakukan pengeringan dari air laut memang sekitar 88-90 persen. Padahal kebutuhan standar garam industri di atas 97 persen. Karenanya untuk meningkatkan standar sekaligus harga maka harus ada upaya tingkatkan kadar NaCl tersebut," kata Bambang.

Menurut Bambang, saat ini sudah ada 1 pabrik yang selesai dan sudah beroperasi di Gresik yang melakukan hal tersebut. Presiden Jokowi pun memerintahkan agar segera ditambah terutama 1-2 pabrik pada tahun depan.

"Kami optimis dengan penggunaan teknologi dengan investasi per pabrik sekitar Rp40 miliar, maka kita nantinya bisa substitusi impor dan mandiri untuk kebutuhan garam aneka pangan atau pertambangan," tambah Bambang.

Bambang menjelaskan penggunaan teknologi juga akan diintesifkan untuk kurangi ketergantungan kita terhadap impor garam industri misalnya dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal itu sudah dilakukan di PLTU yang ada di Banten.

"Karena kebutuhan pabrik yang butuh memang ada di Banten dan ada beberapa PLTU di Banten yang air buangannya dengan teknologi akan diubah, ada yang menjadi garam dan ada yang menjadi air siap minum. Nah hal ini kita harapkan bisa langsung mengurangi impor secara signifikan," tambah Bambang.

Meski Bambang mengakui nilai investasinya memang lebih mahal.

"Tapi kami melihat substitusi impornya akan cukup besar dan bisa benar-benar mengurangi ketergantungan kita terhadap impor garam industri," ungkap Bambang.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, nilai impor garam pada 2019 adalah 108 juta dolar AS untuk kebutuhan industri. Sedangkan industri pengguna garam telah mencatatkan nilai ekspor produk hingga 37,7 miliar dolar AS.

"Kalau garam makan itu kita tidak kurang. Cukup produksinya, dan kualitasnya saja yang perlu diperbaiki, yang kurang adalah garam industri, nah garam industri ini ada dua cara, satu tadi pakai PLTU itu, yang kedua garam industri hanya diimpor oleh industri yang membutuhkannya," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers yang sama.

Tujuannya agar nanti tidak ada lagi garam rakyat yang harganya turun namun terjaga di Rp 1.000 per kilogram apalagi menurut Luhut, memasuki musim penghujan produksi garam menurun hingga 1,3 juta ton, dari biasanya 2,4 juta ton.

"Jadi akan ada kekurangan garam (untuk industri). Yang jadi isu, bagaimana sodiumnya, peningkatan garam rakyat bisa naik? Kan kadar rata-rata 93 persen ya, 89 persen malah. Jadi kalau bisa dinaikkan sampai 97 persen, dengan teknologi dan dengan pengambilan air yang bahan baku mutu lebih bagus karena di Jawa ini masalahnya airnya diambil lebih jauh karena di pantai cukup tercemar," ungkap Luhut.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap dua tantangan terberat bagi industri garam nasional, khususnya yang menyebabkan rendahnya serapan garam rakyat. Tantangan pertama, rendahnya kualitas garam rakyat sehingga tidak memenuhi standar untuk kebutuhan industri nasional.

"Ini harus dicarikan jalan keluarnya. Kita tahu masalahnya tapi nggak pernah dicarikan jalan keluarnya," ujar Jokowi.

Rendahnya kualitas garam rakyat ini membuat serapannya pun rendah. Per 22 September 2020, ada 738.000 ton garam rakyat yang tidak terserap oleh industri nasional, terutama industri makanan dan minuman. Presiden pun meminta agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi bisa mencari solusi atas tantangan tersebut.

Sementara tantangan kedua yang dihadapi industri garam nasional adalah kapasitas produksi yang masih rendah. "Sehingga kemudian cari yang paling gampang yaitu impor garam. Dari dulu gitu terus, dan tidak pernah ada penyelesaian," kata Jokowi.

Jokowi menilai perbaikan industri garam perlu dilakukan dari hulu sampai hilir atau pascaproduksi. Pembenahan rantai pasok juga perlu dilakukan agar produksi garam nasional bisa benar-benar terserap penuh untuk industri.

Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), angka impor garam memang naik signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Total volume impor garam pada 2014 misalnya, hanya 2,268 juta ton. Angka impor kemudian naik menjadi 2,839 juta ton pada 2018. Sementara realisasi impor garam pada 2019 lalu sebesar 2,6 juta ton.

Menjawab tantangan di atas, Presiden Jokowi pun menginstruksikan dua hal kepada ajarannya. Pertama, menyiapkan kembali lahan untuk menambah produksi. Presiden meminta adanya integrasi dan estensifikasi lahan garam rakyat di 10 provinsi produsen utama. Kedua, ujar Jokowi, dilakukan perbaikan produktivitas dan kualitas garam rakyat melaluipenggunaan inovasi teknologi produksi.

"Artinya washing plant harus benar-benar kita kerjakan sehingga pascaproduksi bisa berikan ketersediaan. Terutama dalam gudang penyimpanan," ujar Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement