Senin 05 Oct 2020 00:37 WIB

Alat Deteksi Tsunami Masih Kurang?

Setiap pantai yang memiliki banyak pemukiman seharusnya memiliki pendeteksi tsunami.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Berbagai jenis buoy untuk deteksi dini sejumlah gejala alam.
Foto: Wikipedia
Berbagai jenis buoy untuk deteksi dini sejumlah gejala alam.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Alat deteksi mempunyai peranan penting dalam memprediksi bencana tsunami. Sayangnya, jumlah alat deteksi di pesisir pantai terutama Jawa Timur (Jatim) belum cukup banyak.

Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Geofisika (Stageof) Pasuruan pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Suwarto, menyatakan, kuantitas pendeteksi tsunami bisa mempengaruhi akurasi data bencana. "Semakin rapat, semakin banyak (alat), semakin bagus, akurasi data masuk lebih cepat," ucapnya kepada Republika, Ahad (4/10).

Seperti diketahui, Jatim mempunyai banyak pantai di delapan kabupaten wilayah selatan. Setiap pantai terutama yang memiliki banyak pemukiman seharusnya memiliki pendeteksi tsunami. Jika hendak terjadi tsunami, maka data bisa masuk sehingga peringatan mampu diberikan lebih cepat.

Pendeteksi tsunami di pesisir Jatim pada dasarnya terdiri atas dua jenis antara lain buoy dan tide gauge. Buoy dipasang di tengah laut berfungsi mendeteksi tekanan dan muka air. Suwarto menyatakan, saat ini pendeteksi yang dikelola Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tersebut telah hilang. 

Saat ini pendeteksi tsunami yang tersedia dan berfungsi hanya jenis tide gauge. Alat ini dipasang di pantai untuk mengawasi ketinggian muka air laut. "Di pesisir selatan khususnya Jatim, ada yang punya BMKG. Ada juga yang punya dari BIG, Badan Informasi Geospasial," ungkapnya.

Tide Gauge milik BMKG dipasang di tiga daerah pesisir selatan Jatim. Lokasi-lokasi antara lain di Muncar, Banyuwangi, Tulungagung dan Trenggalek. Menurut Suwarto, jumlah Tide Gauge milik BIG lebih banyak tapi dia belum mengetahui pasti detailnya.

Biaya menjadi salah satu faktor minimnya jumlah pendeteksi tsunami jenis buoy. Dana tinggi tidak hanya pada proses pengadaan, tapi juga pemeliharaannya. "Kadang kita bisa beli, tapi pemeliharaan tidak mampu," ucapnya.

Pemeliharaan pendeteksi jenis buoy setidaknya dapat menghabiskan biaya Rp 1 miliar. Ada banyak faktor yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi seperti peletakan alat di tengah laut. "Operasional tinggi karena ke tengah laut, harus nyewa. Untuk komunikasi pengiriman data lewat satelit, harus sewa satelit. Itu biaya cukup besar," jelasnya.

Hal ini berbeda jauh dengan perawatan pendeteksi jenis Tide Gauge. Menurut Suwarto, biaya perawatannya masih terjangkau karena dipasang di pesisir pantai. Selain itu, alatnya juga sederhana sehingga tidak memakan biaya besar seperti buoy.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement