Ahad 04 Oct 2020 12:40 WIB

Fraksi Demokrat Nilai RUU Cipta Kerja Cacat Prosedur

Proses pembahasan hal-hal krusial dalam Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Hinca Pandjaitan
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Hinca Pandjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan menolak RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang. Sebab, dia melihat, adanya cacat prosedur selama pembahasannya di tingkat panitia kerja (Panja).

"Menurut kami ini cacat prosedur. Proses pembahasan hal-hal krusial dalam Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel," ujar Hinca dalam Rapat Kerja Pengambilan Keputusan Tingkat I, Sabtu (3/10) malam.

Seharusnya, pembahasan RUU Cipta Kerja lebih banyak melibatkan banyak pemangku kebijakan. Serta, dibahas secara rinci, teliti, komprehensif, dan tidak terburu-buru.

"Ini penting agar produk yang dihasilkan dari RUU Ciptaker tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang sebenarnya," ujar Hinca.

Selain itu, dia tidak melihat adanya urgensi untuk segera disahkannya RUU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, pemerintah harus memprioritaskan fokusnya kepada penanganan corona.

"Berdasarkan itu, maka izinkan kami Fraksi Demokrat menyatakan menolak pembahasan RUU Cipta Kerja ini," ujar Hinca.

Diketahui, DPR dan pemerintah menyepakati seluruh hasil pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja. Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja pengambilan keputusan Tingkat I RUU Cipta Kerja yang diselenggarakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Sabtu (3/10) malam.

Setelah fraksi-fraksi DPR, pemerintah, dan DPD menyampaikan pandangan, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengetuk palu tanda persetujuan pengambilan keputusan Tingkat I RUU Cipta Kerja. Selanjutnya, RUU Cipta Kerja akan disahkan di rapat paripurna DPR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement