Sabtu 03 Oct 2020 20:07 WIB

Usulan Pemerintah Diterima DPR, Pesangon PHK 25 Kali Gaji

Pemerintah mengusulkan pesangon dari 32 menjadi 25 kali gaji dalam RUU Cipta Kerja.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Sejumlah korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendirikan tenda dan bermalam sebagai bentuk protes di depan kantornya, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7). Fenomena PHK banyak terjadi pada masa pandemi Covid-19. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/ABRIAWAN ABHE
Sejumlah korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendirikan tenda dan bermalam sebagai bentuk protes di depan kantornya, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7). Fenomena PHK banyak terjadi pada masa pandemi Covid-19. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati usulan pemerintah terkait besaran pesangon dari yang tadinya 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji. Hal tersebut disepakati dalam rapat Panja RUU tentang Cipta Kerja Baleg DPR RI dengan agenda Pembahasan Hasil Timus/Timsin RUU tentang Cipta Kerja, Sabtu (3/10).

"Terhadap pandangan pemerintah saya ingin bertanya kepada pimpinan fraksi-fraksi apakah hal tersebut dapat kita setujui?" tanya Ketua Baleg Supratman Andi Agtas diikuti pernyataan setuju oleh sejumlah anggota baleg yang hadir dalam rapat tersebut.

Baca Juga

Penolakan sempat dilontarkan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota Baleg DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah mempertanyakan rata-rata masa bekerja yang mengalami PHK di Indonesia.

"Mungkin dua sampai tiga tahun terakhir ini masa kerja berapa lama yang didahulukan di PHK. Bisa jadi misalnya, kan saya tidak tahu apakah misalnya yang sudah 10 tahun kerja itu duluan yang di PHK, pasti akan lebih besar pesangonnya tapi kalau yang baru 5 tahun, atau yang bagaimana, kami perlu data itu untuk memastikan kami kemudian mengambil keputusan," ujar Ledia.

"Fraksi PKS tetap kesepakatan panja pertama, tidak menginginkan perubahan seperti yang disampaikan pemerintah," imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Baleg DPR Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan. Hinca mempertanyakan urgensi pemerintah menurunkan besaran pesangon bagi pekerja yang di-PHK hanya karena perusahaan yang mampu membayar pesangon sesuai aturan baru sekitar 7 persen. Fraksi Partai Demokrat tetap menginginkan agar besaran pesangon sebesar 32 kali gaji.

"Saya khawatir sekali kalau ini turun ini akan merusak tatanan yang sudah ada. mereka akan marah, karena pandangan kami mohon lagi dijelaskan dan Demokrat tetap kembali ke konsep lama, 23 dan 9," ungkap Hinca.

Anggota Baleg DPR Fraksi PDIP mengaku heran lantaran aturan mengenai besaran pesangon yang sebelumnya telah diketok dalam rapat panja kini dibahas lagi dalam rapat tersebut. Sementara itu anggota Anggota Baleg Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari meminta pemerintah memberikan jaminan bahwa kebijakan tersebut tidak memunculkan PHK massal.

"Seolah-olah nanti akan berpikir ini bagian dari kemudahan untuk melakukan PHK. Jaminan apa yang bisa disampaikan pemerintah untukk meyakinkan kami semua dan buruh, bahwa usulan baru ini tidak timbulkan hal yang kita khawatirkan, karena ini kan soal nasib orang," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah kembali mengusulkan agar besaran pesangon untuk pekerja yang di-PHK kembali diubah. Dalam rapat panja pekan lalu disepakati bahwa besaran pesangon yang diterima buruh maksimal 32 kali gaji, dengan komposisi 23 gaji dari pemberi kerja dan 9 kali gaji dari pemerintah. Jumlah besaran itu sesuai dengan UU eksisting yakni UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kini pemerintah mengusulkan untuk diubah menjadi maksimal 25 kali, dengan komposisi 19 kali gaji dari pemberi kerja, dan 6 kali gaji dari pemerintah melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"Dalam perkembangan bahwa dan memperhatikan kondisi saat ini terutama dampak pandemi covid maka beban tersebut diperhitungkan ulang," kata Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi  dalam rapat pembahasan tim perumus/ tim sinkronisasi yang digelar badan legislasi DPR, Sabtu (3/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement