REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan sebuah fenomena menarik terkait permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan para terpidana korupsi. Dia mengatakan, para terdakwa belakangan menerima putusan hakim di tingkat pertama tanpa mengajukan banding.
"Terdakwa itu langsung menerima putusan, dia tidak mengajukan banding, kasasi tapi langsung PK. Ini juga fenomena menarik tentu saja, ada apa?" kata Alexander Marwata di Jakarta, Jumat (2/10).
Dia mengatakan, ada terdakwa korupsi yang ditingkat peradilan pertama menerima hukuman penjara sesuai tuntutan misalnya. Akan tetapi, sambung dia, dalam menjalani hukuman, dieksekusi pidana baru enam bulan dia sudah mengajukan PK.
Dia mengatakan, KPK hingga saat ini masih menunggu salinan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pengurangan masa hukuman terpidana korupsi. Dia melanjutkan, KPK ingin melihat apa yang menjadi pertimbangan majelis PK dalam mengurangi hukuman para koruptor.
Dia mengungkapkan, pada tingkatan PK biasanya ada dua alasan yang menjadi pertimbangan. Pertama, temuan novum baru atau bukti baru. Kedua, ada kekhilafan hakim yang nyata, misal di tingkat peradilan pertama ada fakta-fakta hukum yang tidak terkalimatkan.
Dia mengatakan, KPK ingin mengetahui kalau misal ada kekhilafan majelis hakim, kira-kira di poin yang mana. Ia melanjutkan, hal itu akan menjadi perbaikan bagi KPK ke depan.
"Lalu kalau KPK sendiri gimana? Kami akan berpijak pada putusan kan gitu. Prinsipnya, KPK menghargai keputusan hakim PK," katanya.
Dia mengatakan, PK merupakan putusan paling akhir yang harus dihormati. KPK, sambung dia, juga tidak mungkin mengajukan PK sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang JPU melakukan langkah hukum tersebut.
Seperti diketahui, MA telah mengabulkan permohonan PK terpidana korupsi dan mengurangi masa hukuman mereka. Sejauh ini ada 24 koruptor yang masa kurungannya telah dipangkas di tingkat PK.
Terakhir adalah bekas ketua umum partai Demokrat, Anas Urbaningrum yang mendapatkan diskon hukuman dari 14 tahun kurungan menjadi 8 tahun penjara. Majelis hakim PK menerima alasan Anas bahwa ada kekhilafan hakim pada putusan tingkat kasasi.