REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN -- Isu mengenai potensi gempa bumi megathrust yang dapat menyebabkan tsunami setinggi 20 meter di selatan Jawa berdampak pada aktivitas pariwisata di Kabupaten Pangandaran. Wisatawan yang ingin berkunjung ke Pangandaran menjadi takut jika bencana itu benar-benar terjadi.
Ketua Forum Koordinasi Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kabupaten Pangandaran, Nana Suryana mengatakan, informasi mengenai potensi megathrust di selatan Jawa bukanlah sesuatu yang baru. Menurut dia, sejak beberapa tahun terakhir Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memberikan informasi serupa.
"Kita di Tagana juga terus konsen di mitigasi. Selain edukasi masyarakat, kita juga membentuk jaringan relawan, juga kampung siaga bencana di daerah yang punya potensi bencana," kata dia kepada Republika, Jumat (2/10).
Ia menilai, tingkat kesiapsiagaan masyarakat Kabupaten sudah cenderung baik. Namun, menurut dia, untuk mitigasi di pesisir pantai memang masih ada yang kurang, khususnya peran dari dunia usaha.
Nana menyebutkan, saat ini rambu-rambu peringatan bencana dan jalur evakuasi di kawasan pantai sudah banyak yang hilang. Tak hanya itu, masih banyak penginapan di sekitar wilayah pantai yang belum memiliki standar kedaruratan.
"Jalur evakuasi di penginapan juga belum semua ada. Ini harus jadi perhatian stakeholder terkait," kata dia.
Ia menilai, pada dasarnya sektor pariwisata adalah yang paling terdampak dengan adanya informasi mengenai bencana gempa bumi di Kabupaten Pangandaran. Sebab, menurut dia, adanya informasi potensi megathrust membuat banyak wisatawan takut datang ke Pangandaran.
Padahal, ancaman itu bisa diupayakan mitigasinya. "Meski terjadi kondisi darurat, ada celah waktu untuk menyelamatkan diri. Kalau upaya mitigasi itu dilatih, korban dapat diminimalisir," kata dia.
Karenanya, Nana mengatakan, harus diadakan simulasi kebencanaan yang rutin, khsusunya kepada pelaku usaha wisata. Sebab, peran pelaku usaha saat kejadian bencana sangat penting mengarahkan wisatawan.
"Memang yang perlu dibekali mitigasi adalah pelaku wisata. Misalnya pegawai hotel, pemandu wisata," kata dia.
Selama ini, menurut Nana, Tagana terus koordinasi dengan pelaku usaha wisata. Beberapa pelaku usaha wisata juga sudah pernah mengikuti simulasi kebencanaan. Namun, ia menegaskan, hal itu harus dilakukan secara rutin agar mereka tak lupa juga.
Kendati demikian, ia mengatakan, kondisi saat di Pangandaran sangat aman untuk dikunjungi. "Jadi tak perlu ada kekhawatiran berlebih," kata dia.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Becana (BPBD) Kabupaten Pangandaran meminta masyarakat tak panik menanggapi informasi mengenai potensi gempa megathrust yang dapat menimbulkan tsunami setinggi 20 meter di selatan Pulau Jawa. Sebab, potensi bukan berarti prediksi yang pasti terjadi.
Pelaksana tugas Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pangandaran, Gunarto mengatakan, informasi mengenai potensi gempa megathrust magnitudo (M) 9,1 yang dapat memicu tsunami hingga 20 meter di selatan Jawa sempat memicu kepanikan masyarakat. Menurut dia, informasi mengenai potensi itu merupakan hasil kajian para ahli ITB yang dipublikasikan di jurnal ilmiah.
"Meskipun kajian ilmiah mampu menentukan potensi magnitudo maksimum gempa megathrust dan skenario terburuk, tetapi hingga saat ini teknologi tersebut belum mampu memprediksi dengan tepat dan akurat kapan dan di mana gempa akan terjadi," kata dia melalui keterangan resmi yang dikonfirmasi Republika.
Karena itu, ia meminta masyarakat tak mudah terpancing dengan judul pada berita yang berkembang. Masyarakat diminta membaca kajian itu secara keseluruha.
Gunarto juga mengimbau masyarakat maupun wisatawan di Pangandaran agar tetap tenang dan beraktivitas sebagaimana biasa. Masyarakat tak perlu khawatir.
BPBD juga terus melakukan upaya mitigasi dengan menggelar simulasi kebencanaan setiap tahunnya. Selain itu, perbaikan-perbaikan rambu evakuasi dan titik kumpul juga terus dilakukan.