REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyambut baik pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) peristiwa kekerasan dan penembakan yang menyebabkan empat orang tewas di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Muhammad Choirul Anam berharap tim bentukan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD tersebut bisa bekerja sacara profesional dan imparsial.
"TGPF akan mendapat tantangan besar, terkait teknis pengungkapan kebenaran dalam peristiwa tersebut dan kepercaraan publik, khususnya (masyarakat) Papua," kata Choirul kepada Republika, Jumat (2/10), malam.
Rentetan penyerangan terjadi di Distrik Hipadipa, Intan Jaya, sepanjang September. Polisi menyebut penyerang adalah kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). Pada Selasa (15/9), serangan kelompok tersebut melukai dua orang tukang ojek, Laode Anas dan Fatur Rahman. Pada Kamis (17/9), serangan menewaskan dua orang, yaitu anggota TNI Serka Sahlan dan tukang ojek bernama Badawi. Pada Sabtu (19/9), dua orang kembali tewas, yaitu anggota TNI Pratu Dwi Akbar Utomo dan Pendeta Yeremia Zanambani.
Menurut Choirul, tantangan TGPF justru pada kemampuan mereka dalam berkerja secara kredible, profesional, dan terbuka. Sosok Menteri Mahfud dinilai menjadi modal awal yang baik dalam menjawab tantangan tersebut. "Namun, sekaligus tantangan bagi beliau untuk selalu memastikan TGPF bekerja kredible dan terbuka," kata dia.
Tanpa melakukan dua hal tersebut, Choirul menilai akan sulit bagi TGPF mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. Begitu juga dengan hasil kerja mereka, akan sulit menjawab rasa keadilan korban dan masyarakat Papua.
Menteri Mahfud pada Jumat siang mengumumkan pembentukan TGPF yang akan bertugas sejak Jumat hingga dua pekan ke depan. Nantinya, TGPF akan melaporkan hasil investigasinya kepada Kemenko Polhukam. "Ketuanya Pak Benny Mamoto, Wakil Ketua Sugeng Purnomo," kata Mahfud dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (2/10).
Dalam rangkaian peristiwa di Hipadipa, TNI-Polri mengeklaim, KKSB ingin mencari perhatian menjelang sidang utama PBB. Mahfud mengatakan, KKSB yang menurut TNI dan Polri bertanggung jawab justru menuding balik aparat. "Nah, terakhir itu diramaikan dengan tewasnya (pendeta) Yeremia karena ditembak, tetapi sampai sekarang belum jelas karena aparat sendiri masih sulit menembus keluarganya, apalagi melihat mayatnya," kata dia.
Mahfud mengatakan, TGPF beranggotakan gabungan dari unsur TNI-Polri, Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Badan Inteligen Negara, Kemenko Polhukam, dan tokoh masyarakat Papua. Ia mengeklaim, awalnya mereka hendak mengajak serta Komnas HAM. Namun, kata dia, setelah melewati pertimbangan secara matang, pemerintah memutuskan meninggalkan Komnas HAM. Dia mempersilakan jika Komnas HAM ingin melakukan penyelidikan sendiri.
Choirul menilai tidak dilibatkannya Komnas HAM merupakan langkah yang baik. Akan susah, kata dia, bagi Komnas Ham dan posisi Menkopolhukam jika mereka dilibatkan. Sebab, Komnas HAM merupakan lembaga negara independen.
"Komanas HAM sudah bergerak (sendiri) beberapa hari tetkahir ini, dalam mengumpulkan semua data dan informasi."