Rabu 30 Sep 2020 18:57 WIB

KPU tak Bisa Diskualifikasi Calon Langgar Protokol Kesehatan

Diskualifikasi pelanggar protokol kesehatan tidak diatur dalam UU Pilkada.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak bisa memberikan sanksi diskualifikasi kepada pasangan calon Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.
Foto: Republika
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak bisa memberikan sanksi diskualifikasi kepada pasangan calon Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak bisa memberikan sanksi diskualifikasi kepada pasangan calon Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang melanggar protokol kesehatan Covid-19. Sebab, aturan diskualifikasi pelanggar protokol kesehatan tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Ada usulan diskualifikasi terhadap pasangan calon, Undang-undang 10 Tahun 2016 tidak kemudian memperbolehkan kita atau kemudian mempersilakan kita untuk bisa mendiskualifikasi calon," ujar Pelaksana harian Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ilham Saputra dalam diskusi publik virtual, Rabu (30/9).

Baca Juga

Ia mengatakan, UU Pilkada hanya mengatur pemberian sanksi diskualifikasi untuk pelanggaran tertentu yang telah disebutkan. Misalnya, calon pejawat kepala daerah yang melakukan mutasi enam bulan sebelum penetapan pasangan calon (paslon).

Selain itu, sanksi diskualifikasi dikenakan apabila paslon dinyatakan terbukti melakukan politik uang oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan paslon yang melanggar ketentuan tentang dana kampanye. "Ini yang diatur dalam undang-undang kita sehingga KPU tidak bisa melakukan diskualifikasi," ujar Ilham.

Tidak diaturnya sanksi diskualifikasi kepada pelanggar protokol kesehatan dalam Peraturan KPU (PKPU), Ilham menyebutkan pengalaman mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang di dalamnya memuat ketentuan yang tidak diatur UU. Ketentuan yang dimaksud ialah larangan mantan napi korupsi kembali mencalonkan diri di pemilihan legislatif 2019. 

Sejumlah mantan napi korupsi yang dinyatakan tak memenuhi syarat sebagai calon legislatif kemudian menggugat ke Bawaslu. Kemudian, Bawaslu memenangkan para eks koruptor tersebut dan mereka dinyatakan memenuhi syarat.

Bahkan, Mahkamah Agung (MA) membatalkan ketentuan dalam PKPU tersebut karena dianggap bertentangan dengan UU Pilkada. "Ini kan juga menjadi temuan hukum atau kemudian semacam yurisprudensi terkait dengan kalau kemudian kita memaksakan diskualifikasi di masa kampanye," tutur Ilham.

Kendati paslon yang melanggar aturan protokol kesehatan tidak didiskualifikasi, yang bersangkutan tetap disanksi. Sanksinya penghentian dan pembubaran berdasarkan rekomendasi dari Bawaslu sesuai Pasal 88C PKPU Nomor 13 Tahun 20q8 tentang pilkada kala pandemi Covid-19. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement