REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini meminta pengawasan kampanye Pilkada 2020 dilakukan secara konsisten dan sinergis oleh para pihak yang mempunyai otoritas. Hal itu dilakukan untuk memastikan kepatuhan protokol kesehatan secara penuh dan proporsional.
"Masih diperbolehkannya kampanye terbuka dan pertemuan terbatas membuat pengawasan harus dilakukan secara konsisten dan sinergis," ujar Titi dalam keterangan tertulis yang dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (27/9).
Menurut dia, masa kampanye yang cukup panjang yakni selama 71 hari, bisa saja menggoda sejumlah pihak melakukan pelanggaran protokol kesehatan. Maka, sinergitas sangat diperlukan antara Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), pihak keamanan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dan pihak lain yang mempunyai kewenangan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih memperbolehkan metode kampanye pertemuan terbatas serta pertemuan tatap muka dan dialog dengan membatasi jumlah peserta yang hadir secara fisik maksimal 50 orang. Titi mengatakan, hal itu menjadi pilihan pasangan calon (paslon) di daerah dengan masyarakat yang belum bisa menjangkau model kampanye daring.
"Maka, pilihan yang tersedia untuk kampanye terbuka, tatap muka, dan terbatas harus diikuti komitmen kepatuhan para pihak pada protokol kesehatan yang sudah diatur," kata Titi.
Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan, kesulitan penyelenggara dan pengawas pilkada dalam mengendalikan mobilisasi massa dan arak-arakan memang sudah diilihat sejak awal pelaksanaan pilkada serentak lanjutan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, regulasi yang mengatur mekanisme pilkada saat wabah belum diatur secara tegas dan konsisten.
"Aktor yang sangat luas, regulasi yang belum tegas dan konsisten, serta kewenangan dan komitmen masing-masing stakeholder yang rendah," tutur Fadli kepada //Republika.co.id, Ahad.
Regulasi yang tidak konsisten dapat dilihat dari tidak jelasnya pola penindakan terhadap pelanggar protokol kesehatan. Mulai dari subjek yang dihukum, apakah paslon, tim, peserta kampanye, atau semua yang hadir, serta jenis hukumannya belum cukup jelas diatur dalam Peraturan KPU (PKPU).
Namun, kata Fadli, Perludem berharap hukuman atau sanksi dikenakan kepada paslon. Sanksi tersebut bisa dikaitkan dengan keikutsertaannya dalam pilkada serentak 2020 ini terhadap komitmen mematuhi protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. "Kita berharap hukumannya ke paslon, dan itu bisa dikaitkan dengan keikutsertaan mereka di pilkada," kata Fadli.
Masa kampanye berlangsung selama 71 hari, mulai 26 September sampai 5 Desember. Peserta pilkada dilarang melakukan kampanye pada saat masa tenang yakni 6-8 Desember hingga hari pemungutan suara pada 9 Desember 2020.
Mimi Kartika