Kamis 24 Sep 2020 22:16 WIB

Soal Pilkada Serentak, Din: Hindari Bahaya Lebih Utama

Din Syamsuddin mengatakan hindari bahaya lebih utama terkait pilkada

Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju, Din Syamsuddin mengingatkan adanya kaidah Islam bahwa menghindari bahaya lebih diutamakan daripada mengejar kemanfaatan. Din mengatakan, sepatutnya hal itu menjadi pertimbangan untuk menunda pelaksanaan Pilkada serentak.

"Prinsip dalam rumusan hukum agama yang sering diungkapkan para yuris di kalangan Islam bahwa menghindari bahaya lebih utama dari sekadar mengejar cita-cita," katanya, saat webinar Sarasehan Kebangsaan #33, Kamis (24/9).

Baca Juga

Din mengingatkan betapa berbahayanya menggelar pilkada di berbagai daerah di tengah pandemi Covid-19 yang kian meluas sehingga membuat banyak kalangan yang menyuarakan untuk menunda pilkada. "Dua ormas besar yang usianya lebih tua dari negara, yang jasanya besar bagi penegakan negara, ormas dan lembaga agama lain. Belum lagi lembaga masyarakat, tokoh dan masyarakat. Termasuk, kesimpulan dari webinar ini untuk menunda pilkada," ujarnya.

Usulan untuk menunda pilkada itu, kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut, sebenarnya semata-mata untuk kepentingan dan keselamatan rakyat karena pandemi Covid-19 sedang meninggi. Din kembali menegaskan bahwa menghindari mudharat, mafsadat, dan bahaya harus dikedepankan daripada sekadar mewujudkan kemanfaatan dan kemaslahatan.

Sementara itu, peneliti senior LIPI Prof Siti Zuhro mengkhawatirkan pilkada yang dipaksakan digelar di tengah pandemi akan memengaruhi kualitas pesta demokrasi tersebut.

"Benarkah pilkada di era pandemi akan berkualitas? Atau jadi sekadar penanda pergantian kekuasaan di daerah saja?" kata Waketum DN Pergerakan Indonesia Maju itu.

Di sisi lain, Siti mengingatkan bahwa publik mulai sanksi terhadap relevansi dan signifikansi pilkada yang dilaksanakan di tengah makin ganasnya Covid-19 meski pemerintah menjamin dilaksanakannya protokol kesehatan. "Meskipun ada pernyataan secara terbuka dari pihak penyelenggara, pemerintah, bahwa pilkada dilaksanakan dengan protokol kesehatan dan sesuai yang disyaratkan Kementerian Kesehatan, publik tetap merasa was-was," katanya.

Apalagi, dua ormas besar, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, lembaga negara yakni DPD RI, aktivis pemilu, dan akademisi telah menyuarakan penundaan pilkada. Webinar dengan tema "Pilkada di tengah Corona, Mengapa Harus Ditunda?" yang diprakarsai oleh DN Pergerakan Indonesia Maju itu menghadirkan sejumlah pembicara.

Antara lain, Ketua PBNU Eman Suryaman, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, anggota DPD RI asal Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, dan pakar otonomi daerah Prof Djohermansyah Djohan.

Ketua PBNU Emas Suryaman menyebutkan sudah selayaknya pemerintah memprioritaskan untuk menuntaskan krisis kesehatan terlebih dahulu melihat tingginya kasus Covid-19 di Indonesia,

"Maka PBNU memberikan usulan, baik kepada pemerintah, kepada KPU atau DPR di tengah Covid-19 yang begitu gencarnya, begitu mengkhawatirkannya, maka pilkada ini perlu ditinjau kembali," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement