Kamis 24 Sep 2020 16:58 WIB

Pengamat Prediksi Perputaran Uang di Pilkada 2020 Turun

Pilkada tak lengkap tanpa keikutsertaan pengusaha secara resmi atau jalur belakang

Rep: Rizky Surya/ Red: Hiru Muhammad
Hasil pengundian nomor urut pasangan calon dalam Pilkada Solo 2020 yang digelar KPU Solo di Hotel Sunan Solo, Kamis (24/9). Pasangan calon yang diusung PDIP, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa mendapat nomor urut 1, sedangkan paslon independen Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) mendapat nomor urut 2.
Foto: Republika/Binti Sholikah
Hasil pengundian nomor urut pasangan calon dalam Pilkada Solo 2020 yang digelar KPU Solo di Hotel Sunan Solo, Kamis (24/9). Pasangan calon yang diusung PDIP, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa mendapat nomor urut 1, sedangkan paslon independen Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) mendapat nomor urut 2.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perputaran dana besar-besaran selama perhelatan Pilkada merupakan sesuatu yang umum. Peserta Pilkada biasa memakai dana demi menggerakan mesin politik guna mencapai kemenangan.

Namun pengamat ekonomi Mohamad Faisal memprediksi perputaran dana sepanjang Pilkada 2020 akan menurun akibat pandemi Covid-19. Faisal menyebut Pilkada 2020 tak akan memberi pengaruh besar pada perputaran ekonomi 2021. 

Bahkan dampak Pilkada pada perputaran ekonomi di tahun ini pun terbatas. Faishal menduga hal ini terjadi karena terbatasnya kocek pengusaha yang memodali kampanye Pilkada. "Dampaknya ekonominya terbatas ketimbang Pilkada sebelum-sebelumnya karena dalam kondisi pandemi gini umumnya pelaku usaha mengalami tekanan dari sisi cash flow," kata Faisal saat diwawancara Republika pada Kamis (24/9).

Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) itu memantau ajang Pilkada tak akan lengkap tanpa keikutsertaan pengusaha baik secara resmi atau jalur belakang sebagai pemodal. Para pengusaha ini berperan penting dalam menyuplai dana bagi pasangan calon kepala daerah agar bisa menggerakkan massa.

"Orang-orang sektor swasta yang terlibat dalam Pilkada biasanya dari sisi mobilisasi dana, ini pasti ngaruh. Sehingga perputaran uang yang dipicu Pilkada tidak sama dalam kondisi normal," ujar Faisal.

Masing-masing daerah di Indonesia mengalami pukulan berbeda di sektor ekonomi akibat pandemi Covid-19. Tapi daeah yang mengandalkan pariwisata sudah pasti kehilangan pemasukan karena tak ada kunjungan.

Begitu juga daerah yang mengutamakan bisnis batu bara karena harganya turun. Kemungkinan menurut Faisal daerah penghasil sawit yang ekonominya lebih baik untuk menopang Pilkada lantaran sedang manisnya harga sawit di dunia.

Lalu dana pemda yang berpotensi "diotak-atik" demi kepentingan tertentu bisa sulit direalisasi karena pembatasan anggaran dari pusat."Mungkin pemerintah lebih punya dana tapi di pusat, kalau di daerah mungkin mengalami pemotongan karena refocussing anggaran. Jadi tidak seleluasa kondisi pilkada normal," kata Faisal.

Faisal memperkirakan keterbatasan dana bakal membuat Pilkada kali ini lebih diramaikan kampanye di media sosial (medsos). Apalagi dengan diberlakukannya pembatasan peserta kampanye tatap muka karena pandemi masih mengganas. "Ada pergeresan kampanye lebih ke medsos karena lebih hemat dengan cashflow terbatas ketimbang bikin acara kerumunan sudah sulit sekarang," kata Faisal.

Diketahui, pemerintah memutuskan Pilkada 2020 tetap dilaksanakan pada 9 Desember meski ditentang oleh sejumlah ormas keagamaaan. Pilkada serentak tahun ini diadakan di 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement