REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Para camat di daerah perbatasan berperan penting dalam pengamalan nilai-nilai Pancasila secara riil di masyarakat. Bukan hanya melindungi negara secara teritorial, juga menjaga kedaulatan ekonomi.
Pandangan tersebut disampaikan Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Hariyono sebelum mengisi pembekalan dalam Forum Dialog 'Mendukung Masyarakat Produktif Dan Aman Covid-19, Serta Sukses Pilkada' di Kota Batam, Kepulauan Riau, Kamis (24/9).
Acara tersebut bagian dari pertemuan Koordinasi Peningkatan Aparatur Pemerintahan Kecamatan Perbatasan Tahun 2020 Regional I yang digelar oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Hariyono mengatakan, dirinya hadir sebagai tindak lanjut Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BPIP dan BNPP yang dinaungi Kementerian Dalam Negeri.
"Kita diminta oleh teman-teman Kemendagri untuk menegaskan peran camat. Sebagai kepala pemerintahan umum di wilayah kecamatan, yang juga bertugas mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Camat sebagai penguasa wilayah, bertanggung jawab menjaga Pancasila, NKRI, Kebhinekaan. Camat pun berperan mengantisipasi potensi radikalisme," ujar Hariyono dalam siaran persnya.
Ahli sejarah ini mengamini anggapan bahwa selama ini daerah perbatasan relatif terabaikan. Implikasinya, dibanding-bandingkan dengan daerah negara tetangga hingga infiltrasi budaya dan ideologi masyarakat. "Problemnya ada kedaulatan wilayah dan ekonomi atau tidak? Camat dengan bantuan pemerintah diharapkan mampu mengembangkan potensi ekonomi, mensejahterakan. Tanpa ada kedaulatan ekonomi, masyarakat lebih mudah bangga dengan negara tetangga," tutur Hariyono.
Guru Besar Universitas Negeri Malang ini merasa baru di era pemerintahan Jokowi, daerah perbatasan mulai diseriusi. Mulai pembenahan infrastruktur hingga pendidikan. "Potensi alam di daerah perbatasan sangat kaya, tapi belum optimal diolah dengan sentuhan teknologi. Disini peran SDM, bagian dari aktualisasi Pancasila. Para camat bisa mengajak perguruan tinggi untuk bersinergi, melakukan riset, dan inovasi," beber Hariyono.
Konon para camat di daerah perbatasan sering bersedih hati karena kurang 'basah' dan diperhatikan. Hal itu terjadi karena budaya materialistik. "Kita ngomong Pancasila, tapi yang dipamerkan kendaraan dinas, pengawalan, segala macam. Patut dipertimbangkan lagi konsep di orde baru yakni Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Para pejabat itu sukses secara ekonomi atau bermanfaat bagi bangsa?" terang Hariyono.
Perihal pandemi Covid-19 dan resesi, Hariyono merasa para camat berperan dalam menstimulasi ekonomi mandiri. "Sudah banyak, BPIP mendampingi ragam komunitas. Contohnya, memanfaatkan halaman dan tembok untuk menanam sayuran. Ada istilah di salah satu kampung namanya Cetar (Cinta Menanam di Latar)," ujar penulis buku ini.
Jika suatu kecamatan atau kampung bisa produktif, lanjut Hariyono, maka warganya bisa jarang sakit. Harus jaga jarak fisik, bukan jaga jarak sosial. "Kepedulian sosial harus makin meningkat di era pandemi ini. Saling membantu dan berbagi," tandasnya.