Kamis 24 Sep 2020 08:52 WIB

Kisah Bangkit dari PHK karena Corona

Olivia frustrasi terkena PHK, kini punya penghasilan dengan buka usaha kopi rumahan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Warga memperlihatkan kolom pendaftaran pada laman www.prakerja.go.id.
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Warga memperlihatkan kolom pendaftaran pada laman www.prakerja.go.id.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 menjadi babak baru bagi banyak orang untuk menceritakan kembali masing-masing kisahnya dengan sangat berbeda. Pun serupa dengan mereka yang percaya bahwa makanan ternyata bisa mengubah nasib menjadi lebih baik di tengah merebaknya virus corona.

Seperti halnya Olivia Peggy, pramusaji di sebuah kafe di bilangan Jakarta Timur. Perempuan 35 tahun ini sempat terjebak dalam frustrasi dan depresi berat lantaran terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Apa mau dikata saat kafe tempatnya bekerja harus tutup karena sepi pelanggan.

Sebagai tulang punggung keluarga, Olivia sempat terpuruk dan harus meminta keringanan biaya kontrakan rumah yang ia tinggali bersama kedua orang tuanya. “Saya bingung harus melakukan apa, sampai akhirnya saya coba ikut program Kartu Prakerja dan lolos. Dari situlah saya mendapatkan semangat baru, saya mengambil kursus pemasaran di platform Pintaria,” ujarnya di Jakarta belum lama ini.

Olivia nyatanya mampu menyelesaikan kursusnya dengan cepat dan mendapatkan sertifikat sebagai syarat menerima insentif dari pemerintah sebesar Rp 600 ribu, yang diberikan berkala sebulan sekali untuk empat bulan ke depan.

“Saya gunakan sebagian dari insentif pertama saya untuk membeli peralatan membuat kopi dari rumah. Puji Tuhan saat ini saya sudah membuka usaha kopi rumahan saya, bermodal ilmu yang saya dapatkan,” ujarnya.

Olivia pun berhasil bangkit dengan motivasinya yang kuat untuk memperbaiki keadaan, serta kesempatan yang ia tak sia-siakan. Kini Olivia tengah sibuk memperdalam bisnis kopinya untuk penghasilan yang lebih baik. “Walaupun belum stabil, tapi saya sekarang punya penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari dan membiayai kontrakan,” katanya.

Berbeda dari Olivia, Teni Tri Wahyuni (30) seorang ibu rumah tangga menceritakan kesulitan yang dihadapi setelah pekerjaan suaminya terkena imbas pandemi Covid-19. “Pekerjaan suami saya adalah seorang pekerja lepas, penghasilannya berkurang drastis semenjak corona, sedangkan kami juga harus membiayai dua orang anak,” ujarnya.

Tri mencoba peruntungan mengikuti program Kartu Prakerja dan berhasil lolos mendapatkan manfaat pelatihan senilai Rp 1 juta. Bermodal kegemarannya memasak, Tri memilih kelas kuliner di Pintaria.

“Biasanya saya belajar otodidak dari Youtube, tapi di kelas ini saya dipandu langsung oleh chef berpengalaman dan bersertifikat. Banyak teori dan istilah-istilah baru yang belum pernah saya ketahui sebelumnya. Saya jadi makin percaya diri buka bisnis kue brownis dari rumah,” ujarnya.

Usaha brownis berbuah manis, setelah cukup laris di kalangan terdekat ia memberanikan membuat akun Instagram. Tri pun khusus menjual kue brownis menerima order secara online. “Saya menjual brownis berbagai topping dan alhamdulillah saya bisa bantu suami mendapatkan penghasilan di tengah kondisi seperti sekarang ini,” kata Tri.

Covid-19 memang bukan semata tentang krisis kesehatan, tapi juga krisis ekonomi. Di tengah kondisi yang tidak menentu akibat pembatasan aktivitas sosial, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bahkan memprediksikan setidaknya akan ada 6 juta orang yang mengalami PHK atau kehilangan penghasilan akibat perekonomian yang melambat.

Kondisi ini membuat beberapa orang harus memutar otak mencari cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dan faktanya, banyak yang tak menyadari bahwa bisnis kuliner ternyata mampu mengubah nasib menjadi lebih baik.

Merebaknya berbagai usaha kuliner rumahan di tengah kondisi Covid-19 patut diapresiasi sebagai bentuk kreativitas dan upaya memperbaiki kondisi perekonomian. Praktisi Marketing dan Dosen Kewirausahaan di PPM School of Management, Noveri Maulana, mengatakan tren work from home (WFH) dan school from home (SFH) membuat kebutuhan konsumsi masyarakat di rumah tangga meningkat.

Dengan begitu, sambung dia, tak heran kebutuhan jenis makanan yang bisa diakses dari rumah juga akan semakin meningkat. Sampai setahun ke depan, menurut Noveri, orang masih belum sepenuhnya normal untuk dine in atau nongkrong di restoran.

"Selain itu, masakan rumahan olahan sendiri juga bisa membosankan. Sehingga, dibutuhkan jenis variasi produk kuliner yang bisa delivery ke rumah. Di sinilah bisnis kuliner rumahan bisa memberikan peluang untuk mereka yang mau mencoba peruntungan sebagai entrepreneur,” ujar Noveri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement