Selasa 22 Sep 2020 19:25 WIB

Gibran-Teguh Tingkatkan RTH, Bajo Atasi Kemacetan

Dua pasangan bacalon Wali Kota Solo usung konsep berbeda soal tata ruang.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Bayu Hermawan
Kedua pasangan bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (kedua kiri)-Teguh Prakosa (kiri) dan Bagyo Wahyono (kedua kanan)-FX Supardjo (kanan)
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha/nz.
Kedua pasangan bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (kedua kiri)-Teguh Prakosa (kiri) dan Bagyo Wahyono (kedua kanan)-FX Supardjo (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Dua pasangan bakal calon wali kota dan wakil wali kota Solo, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa dan Bagyo Wahyono-FX Suparjo (Bajo) memiliki visi dan misi terkait konsep pembangunan tata ruang wilayah dan infrastruktur Kota Solo yang agak berbeda. Dokumen visi-misi tersebut diunggah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo dalam laman resmi KPU Solo pada 7 September 2020.

Pasangan Bajo memiliki visi misi penataan tata kota dan sedimen-sedimen penataan perkotaan Kota Solo menjadi kota budaya dan kota adiluhung, kota barometer Indonesia. Penataan mulai dari pekerjaan rumah tentang jalanan yang macet setiap pagi dan sore hari. Pembangunan-pembangunan jalan layang (fly over) atau underpass di setiap titik persimpangan kereta api menjadi titik utama penataan Kota Solo.

Baca Juga

Menurut Bajo, dengan dibangunnya underpass atau fly over, akan sangat mengurangi kemacetan di jalan yang disebabkan oleh persimpangan kereta api, dan lain-lain. "Dengan semakin banyaknya kendaraan bermotor di Kota Solo, maka kemacetan tidak bisa dihindari, dan solusi tata kota tentang fly over, underpass, dan pelebaran jalan sangat diperlukan," demikian tertulis dalam naskah visi-misi Bajo.

Selain itu, penataan Alun-Alun Keraton Solo juga diprioritaskan untuk menjadi sentral kegiatan elemen maayarakat. Alun-alun akan dikembalikan fungsinya menjadi sentral kegiatan masyarakat, keagamaan, dan hiburan. Sehingga menjadi tempat masyarakat saling menjalin interaksi dan komunikasi.

Penataan lainnya menyasar pedagang kaki lima (PKL) dan parkir. Bajo berencana membuat Kota Solo lebih tertata dan bersih, tanpa melihat parkir mobil di pinggir jalan. Baji juga akan mengakomodasi PKL dalam program Kalangan Kaki Lima Solo "KKLS". Sebab, selamma ini PKL jenis angkringan menjadi salah satu ikon dan ciri khas Kota Solo.

Sementara itu, visi misi Gibran-Teguh dalam mengatasi problem tata ruang dan infrastruktur Kota Solo, antara lain, memperbaiki transportasi publik terutama di kawasan-kawasan strategis. Selain itu, meningkatkan ruang terbuka hijau (RTH), pedesterian, dan jalur sepeda. Kemudian, penambahan drainase, septik tank publik, sarana air bersih, dan penataan kawasan sungai. Selanjutnya, revitalisasi pasar tradisional dan PKL, serta pembangunan koridor dan penataan kawasan sebagai ruang publik.

Pakar Tata Ruang Kota dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Kusuma Rully, mengatakan, pembangunan tata ruang wilayah dan infrastruktur Kota Solo diminta jangan melupakan identitas kota yang memiliki sejarah panjang terutama kerajaan Mataram. Sehingga indentitas tersebut masih bisa dirasakan saat orang masuk ke Solo.

Pertama, sebutnya, pembangunan zona-zona tertentu ada ikon-ikon yang secara arsitektural mempresentasikan sejarah Kota Solo. "Koridor Jalan Slamet Riyadi, vegetasi dengan pepohonan rindang, streetscape itu harus dipertahankan. Kemudian, ikon-ikon Keraton Kasunanan, Pura Mangkunegaran, Sriwedari dan sebagainya bisa lebih atraktif untuk dimunculkan sebagai ruang yang bisa diakses secara publik," kata Kusuma saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (22/9).

Sehingga, ketika orang masuk ke kawasan tersebut, ada perbedaan dengan kota lain. Jika kekuatan itu yang dimunculkan, lanjutnya, maka Solo akan punya keunikan.

Kusuma juga menilai, Kota Solo tidak perlu meniru ikon kota lain, misalnya kota yang punya kampung warna-warni. Sebab, Kota Solo sudah punya identitas sendiri.

Di sisi lain, Kota Solo juga punya ikon lain, yakni hik atau angkringan yang buka malam hari. Menurutnya, sebelum pandemi, kebahagiaan Kota Solo ada pada srawung (silaturahim) di angkringan. Hal itu dinilai menjadi bagian yang patut difasilitasi untuk ruang publik.

"Keunikan kalau Solo punya streetscape full di Jalan Slamet Riyadi. Modern iya tapi disesuaikan dengan zonanya. Hotel tidak harus ditempatkan di Jalan Slamet Riyadi, serta dipertahankan untuk bangunan-bangunan bersejarah yang bisa dinikmati sampai 100 tahun ke depan," pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement