REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut, perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020, diharapkan selesai sebelum 26 September. Perubahan aturan dilakukan dalam waktu cepat karena pada tanggal tersebut sudah masuk tahapan kampanye.
"Perubahan PKPU nomor 10 tahun 2020 akan diselesaikan tentu dalam waktu cepat, diharapkan sebelum tanggal 26 Karena pada saat itu sudah ada kampanye-kampanye Pilkada," ungkap Mahfud saat membuka Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak 2020 secara daring bersama para partai politik (Parpol), Selasa (22/9).
Dia menyebutkan, beberapa catatan yang dihasilkan dari rapat konsultasi di DPR bersama para penyelenggara Pemilu pada Senin (21/9) lalu. Menurut Mahfud, Pilkada serentak 2020 tetap dilaksanakan pada 9 Desember mendatang dengan penegakan disiplin protokol kesehatan dan penegakan hukum yang tegas.
"Untuk memastikan penegakan protokol kesehatan akan dilakukan perubahan PKPU Nomor 10 tahun 2020 yang antara lain akan mempertimbangkan pelarangan arak-arakan, kerumunan, rapat umum yang langsung yang melebihi jumlah tertentu," kata dia.
Mahfud mengatakan, kampanye-kampanye yang akan dilakukan dalam proses Pilkada diharapkan dilaksanakan secara daring. Dalam pelaksanaan kampanye itu pun harus disiplin menggunakan masker, sabun, hand sanitizer, menjaga jarak, dan protokol kesehatan lainnya.
"Itu tanggung jawab kita semua, tanggung jawab kontestan, tanggung jawab yang punya partai, yang memimpin partai dan pemerintah. Kalau saudara-saudara dari partai sudah mempunyai komitmen yang sama pemerintah, aparat penegak hukum, keamanan dan sebagainya akan lebih mudah untuk bekerja," jelas dia.
Pemerintah juga mempertimbangkan pengaturan pemungutan suara yang lebih ketat serta hati-hati terhadap kelompok rentan. Terbuka kemungkinan akan adanya tempat pemungutan suara (TPS) keliling dan cara-cara lainnya untuk menghindari penyebaran Covid-19.
Mahfud menjelaskan, Presiden Joko Widodo sudah mendengar dan mempertimbangkan pendapat maupun usul yang dilontarkan terkait penundaan Pilkada serentak 2020. Bahkan, kata dia, presiden mengadakan rapat untuk membicarakan hal tersebut secara khusus.
"Yang ingin tunda dan ingin lanjutkan, dari ormas seperti NU, Muhammadiyah pun pendapatnya berbeda. Itu semua didengar dan presiden mengadakan rapat atau membicara secara khusus untuk membahas itu," katanya.
Menurut Mahfur, Pilkada serentak 2020 harus dilaksanakan agar tidak terjadi kekosongan pemimpin. Pejabat pelaksana tugas (Plt), kata dia, tidak bisa mengambil kebijakan strategis yang diperlukan dalam penanganan Covid-19.
"Pemerintah tidak ingin terjadi kekosongan pemimpin yang hanya dilakukan oleh Plt sampai 200-an daerah dalam waktu bersamaan, karena Plt tidak boleh ambil kebijakan strategis," ujar Mahfud.
Mahfud menilai, pengambilan kebijakan strategis itu diperlukan pada masa pandemi Covid-19. Dengan dijabat oleh Plt, maka nantinya akan berimplikasi pada pergerakan birokrasi yang memerlukan pengambilan keputusan dan kangkah-langkah strategis dalam penanganan Covid-19. Situasi itu ia sebut akan tidak menguntungkan proses pemerintahan.
"Maka akan kurang untungkan proses pemerintahan jika 270 daerah ditetapkan Plt sampai waktu tidak jelas (kapan pandemi selesai)," kata dia.
Mahfud menjelaskan, tidak ada satu pun pihak yang dapat memastikan kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Karena itu, jika memang ditunda dengan alasan tersebut Pilkada 2020 tidak memiliki kepastian waktu pelaksanaannya. Dia pun bercermin ke negara Amerika Serikat, yang jumlah kasus Covid-19 jauh lebih banyak dari Indonesia, dalam pelaksanaan Pemilu.
"Di negara yang serangan Covid-19 lebih besar seperti Amerika juga pemilu tidak ditunda. Di berbagai negara pemilu tidak ditunda," jelas Mahfud.