Senin 21 Sep 2020 07:08 WIB

Menunda Pilkada Dianggap Langgar Hak Konstitusional

Pilkada yang demokratis mensyaratkan kepastian hukum tahapan penyelenggaraan. 

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Pilkada dalam bayang-bayang Covid-19
Foto: Antara
Pilkada dalam bayang-bayang Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi hukum sekaligus politikus Partai Golkar Ahmad Irawan menilai, beberapa pihak kembali meminta pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020, ditunda. Permintaan penundaan kembali ramai setelah partai politik menyetujui dan mendaftarkan pasangan calon di masing-masing daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Menurut Irawan, Pilkada 2020 merupakan bagian dari agenda konstitusi UUD 1945 yang menentukan Pilkada diselenggarakan secara demokratis. Pilkada yang demokratis mensyaratkan kepastian hukum tahapan penyelenggaraan (predictable procedures). 

"Jika tahapan pelaksanaan Pilkada 2020 tidak pasti, maka pemilu yang dilaksanakan tidak berlangsung secara demokratis," ungkap Irawan dalam siaran persnya, Ahad (20/9).

Selain itu, Irawan menegaskan, dari aspek konstitusional, tidak terdapat alasan konstitusional untuk menunda Pilkada 2020. Maka Pilkada 2020 tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan yang diatur oleh KPU selaku regulator dan dilakukan penegakan hukum serta terus menerus dilakukan sosialisasi pelaksanaan pemilu pada masa pandemi.

"Menunda Pilkada 2020 setelah tahapan pendaftaran pasangan calon merupakan pelanggaran hak konstitusional, dalam hal ini hak untuk memilih dan dipilih. Hal tersebut tidak boleh terjadi karena bertentangan dengan UUD 1945," tegas Irawan.

Dikatakan Irawan, menunda kembali Pilkada 2020, apalagi setelah tahapan pendaftaran pasangan calon, menurut penalaran yang wajar potensial membuat politik lokal berada dalam situasi yang tidak pasti dan rentan konflik. Selain itu, pasangan calon juga mendapatkan perlakuan yang tidak adil karena tidak adanya kepastian hukum

"Hak memilih dan dipilih wajib dilindungi oleh negara. Negara dan kita semua tidak boleh melupakan itu semuanya," ungkapnya.

Irawan mengatakan, tidak bermaksud menyederhanakan resiko penularan Covid-19, keputusan Pilkada 2020 pada bulan desember merupakan keputusan konstitusional yang secara sadar telah kita ambil sebelumnya. Oleh karena itu, sebagai bagian dari penghormatan terhadap negara hukum dan demokrasi, Pilkada pada bulan desember harus tetap dilaksanakan.

Apalagi, Irawan menegaskan, pasangan calon harus mendapatkan kepastian hukum dan tidak dibuat bingung serta terombang ambing dalam wacana penundaan Pilkada 2020. Mereka harus mendapat kepastian menyambut tahapan kampanye Pilkada 2020. 

"Mungkin Mahkamah Konstitusi jadi ruang yang perlu untuk menguji norma penundaan Pilkada 2020," tutupnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement