REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis menegaskan, aturan perihal konser musik sebagai bagian dari kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 belum bersifat final. Masih ada sejumlah revisi terkait peraturan KPU (PKPU) tersebut.
"Itu belum final, masih bahan untuk kita sempurnakan," ujar Viryan dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (19/9).
Dalam merancang sebuah peraturan, jelas Viryan, KPU akan mengacu pada peraturan Pilkada sebelumnya. Maka dari itu, izin konser musik itu mengacu pada peraturan sebelumnya yang belum ditetapkan saat ini.
"Kegiatan lain di masa sebelum pandemi itu salah satunya konser musik. Dengan kondisi sekarang tentu harus disesuaikan," katanya.
Adanya pandemi Covid-19, membuat pelaksanaan kampanye harus disesuaikan dengan protokol kesehatan. Salah satunya dengan kampanye daring, baik itu konser musik atau penyampaian visi dan misi calon kepala daerah.
"Kerangkanya adalah dalam masa kampanye dan terkait PKPU pelaksanaan pemilihan di masa pandemi, semua hal yang bersifat tidak sesuai protokol kesehatan dilaksanakan secara daring," jelasnya.
Diketahui, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyoroti aturan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang masih mengizinkan konser musik dan kegiatan lain yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa. Aturan itu diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Wisnu Widjaja menyoroti, Pasal 63 ayat 1 PKPU 10/2020 yang menyebutkan, kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundangan-undangan dapat dilaksanakan dalam bentuk rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; peringatan hari ulang tahun partai politik; dan/atau melalui media sosial.
Ia juga menyoroti Pasal 65 ayat 2 huruf d terkait rapat umum dapat dilaksanakan dengan membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 100 orang dan memperhitungkan jaga jarak satu meter antarpeserta. Ia meminta KPU memperhatikan aturan yang berpotensi memicu pengumpulan massa.
"Di pasal 59 itu yang soal debat publik, itu masih ada pendukung yang hadir sebanyak 50 orang. Ini yang perlu nanti dicermati sebab nanti akan ada cukup orang," ujar Wisnu.