Rabu 16 Sep 2020 20:33 WIB

KPU Atur Sanksi Teguran dan Penghentian Kampanye

Sanksi administrasi yang bisa diberikan KPU tidak dapat melebihi aturan UU Pilkada.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih merumuskan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada). KPU mencantumkan pengaturan penanganan pelanggaran di masa kampanye dengan pemberian sanksi administrasi berupa teguran tertulis dan penghentian kegiatan kampanye.

"Bahwa KPU bisa memberikan peringatan tertulis dan juga menghentikan kegiatan kampanye," ujar Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi saat dihubungi Republika, Rabu (16/9).

Baca Juga

Ia mengatakan, langkah pertama dalam pemberian sanksi administrasi adalah imbauan, jika tidak diindahkan maka muncul teguran tertulis. Kemudian, KPU juga bisa berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) serta aparat keamanan untuk menghentikan kegiatan yang terbukti melanggar ketentuan. 

Namun, kata Raka, sanksi administrasi yang bisa diberikan KPU tidak dapat melebihi aturan Undang-Undang (UU) tentang Pilkada. Aturan protokol kesehatan dalam kegiatan pilkada diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang perubahan atas PKPU Nomor 6/2020 tentang pelaksanaan pilkada serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19. 

Raka mengatakan, di undang-undang tentang pilkada juga tidak diatur hukum pidana bagi pelanggar protokol kesehatan. Akan tetapi, penegakan hukum pidana atau sanksi pidana terkait protokol kesehatan dapat mengacu undang-undang lain di luar UU pemilihan.

"Tentu keseluruhan perundangan-undangan itu kita himpun untuk dijadikan dasar jangan sampai ada tindakan yang di luar undang-undang," kata dia.

Ia melanjutkan, Bawaslu dan kepolisian pun sudah berkomitmen menegakan hukum pelanggaran protokol kesehatan dalam kegiatan pilkada. Raka menegaskan, meskipun kegiatan kampanye yang bersifat pertemuan fisik tetap diperbolehkan di tengah pandemi, ada ketentuan lain yang mesti ditaati.

Dalam PKPU juga diatur, peserta pilkada dalam melaksanakan kampanye harus berkoordinasi dengan satuan tugas (satgas) penanganan Covid-19 serta pemberitahuan kepada aparat pengamanan setempat. Saat koordinasi itu, kepolisian, Bawaslu, serta satgas bisa mencermati apakah kegiatan tersebut dapat dilakukan atau tidak.

"Kalau ada pertimbangan bahwa situasi di daerah itu sangat rawan, hasil koordinasi tentu pihak-pihak terkait melalui rapat koordinasi dengan pasangan calon, Bawaslu, kepolisian, satgas bisa saja misalnya diputuskan untuk tidak dilaksanakan," tutur Raka.

Raka menambahkan, draf perubahan PKPU 4/2017 sudah melalui proses pembahasan dengan Komisi II DPR RI dan pemerintah. Rancangan perubahan juga sudah diuji publik, selanjutnya akan diharmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. 

Sementara itu, dikutip laman resmi Bawaslu RI, Rabu, Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan, pelanggaran administrasi dalam pilkada hasilnya berupa rekomendasi kepada KPU atau peserta pemilihan untuk ditindaklanjuti. Ia memastikan rekomendasi Bawaslu daerah wajib dilaksanakan KPU setingkat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement