Rabu 16 Sep 2020 01:39 WIB

Apa Kita Masih Peduli?

Rasa bosan yang mengantarkan untuk nongkrong ramai-ramai.

Sejumlah kendaraan terjebak macet saat jam pulang kerja di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (11/9). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mewajibkan sebagian besar perkantoran non-esensial untuk melakukan pekerjaan di rumah atau work from home berlaku saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara total pada 14 September 2020 mendatang. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sejumlah kendaraan terjebak macet saat jam pulang kerja di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (11/9). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mewajibkan sebagian besar perkantoran non-esensial untuk melakukan pekerjaan di rumah atau work from home berlaku saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara total pada 14 September 2020 mendatang. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Gita Amanda*

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) yang dimulai tepat pada Senin (14/9). Rem darurat yang disebut-sebut ditarik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memunculkan banyak sekali respons. Khususnya di media sosial.

Warganet saling menyalahkan satu dengan lainnya. Mereka yang setia stay di rumah menyalahkan orang-orang yang gatel keluyuran tanpa alasan. Mereka yang keluyuran juga punya banyak alasan. Ada yang karena kerjaan tak sedikit pula karena sekadar bosan.

Kalau bosan saja bisa menjadi sebuah alasan untuk abai pada keselamatan banyak orang. Tentu jadi pertanyaan, apa rasa peduli masih tersisa di diri kita?

Rasa bosan yang mengantarkan pada nongkrong ramai-ramai di tempat makan. Rasa bosan yang membuat santai berlibur tanpa ikut protokol. Rasa bosan yang menyebabkan olah raga bareng jadi ajang mencari penyakit ketimbang sehat. Rasa bosan yang menyuburkan sikap apatis akan apa yang terjadi di sekitar.

Padahal jika mau melirik saja, di tempat lain, tanpa kita sadari mungkin atau kita memang tak peduli. Ada tenaga-tenaga medis yang berjuang antara hidup dan mati. Ada petugas liang lahat yang bekerja mungkin hampir tanpa henti. Ada mereka-mereka yang harus semakin keras bertahan dan mencari nafkah demi sesuap nasi. Sementara kondisi pandemi tak kunjung henti.

Lalu timbul lagi pertanyaan dalam diri, apa kita masih peduli? Ketika ratusan dokter ahli mulai "pergi". Ketika tenaga medis teriak tak sanggup lagi. Tapi kita tetap bersepeda santai, bergerombol tak peduli. Sepeda mahal mampu dibeli namun empati tak lagi ada dalam diri.

Saat berita "rumah sakit-rumah sakit mulai penuh pasien Covid", wara wiri di media massa maunpun televisi, kita malah asik berkumpul di tempat wisata habiskan waktu sebelum kembali terkunci.

Jadi pertanyaannya kembali, apa kita masih peduli? Dengan alasan ekonomi kita tak peduli keselamatan diri. Jika diri saja tak peduli mau bagaimana lagi?

Padahal kepedulian masyarakat itulah kunci. Kunci untuk lepas dari pandemi. Semoga ini segera terjadi. Kita benar-benar lepas dari pandemi. Caranya dengan peduli. 

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement