Selasa 15 Sep 2020 15:32 WIB

Peduli Pandemi, Mata Air Bagikan 12 Ribu Majalah

Majalah Mata Air hendak mengajak masyarakat untuk tetap produktif dan kreatif.

Moderator Cumhur Cil, Hamid FahmyZarkasyi, Ali Unsal dan Astri Katrini (dari kiri ke kanan) pada talk show yang digelar Majalah Mata Air di ajang IBF 2016, Istora Senayan Jakarta, Rabu (2/3).
Foto: Dok IBF
Moderator Cumhur Cil, Hamid FahmyZarkasyi, Ali Unsal dan Astri Katrini (dari kiri ke kanan) pada talk show yang digelar Majalah Mata Air di ajang IBF 2016, Istora Senayan Jakarta, Rabu (2/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan barangkali membuat sebagian anggota masyarakat mulai jenuh untuk tinggal di rumah. Tanggap dengan fenomena tersebut, sepanjang bulan Agustus dan September 2020, Majalah Mata Air membagikan 12 ribu majalah tergantung di perumahan warga, sekolah, masjid, dan rumah baca di sekitar Tangerang Selatan, Depok, dan Jakarta. 

"Melalui program ini, Majalah Mata Air hendak mengajak masyarakat untuk tetap produktif dan kreatif, di mana sumber-sumber inspirasi salah satunya berasal dari bacaan yang berkualitas dan inspiratif," kata Management Advisor Majalah Mata Air, Tegar Rezavie Ramadhan, dalam siaran persnya, Selasa (15/9)

Tegar menjelaskan, Majalah Mata Air yang konten-kontennya membahas inspirasi dari ranah sains, budaya, dan spiritual berharap dapat membangkitkan semangat masyarakat terdampak Covid-19 lewat-lewat artikel-artikelnya yang mampu menyegarkan pikiran dan jiwa.

"Kembali ke majalah tergantung, istilah tersebut adalah istilah yang terinspirasi dari artikel berjudul Kopi Tergantung yang terbit pada Majalah Mata Air edisi Januari-Maret 2014," kata Tegar.

Kopi Tergantung menceritakan perjalanan dua sahabat yang berisitirahat di kedai kopi, tepatnya di pinggir Sungai Venesia, Italia. Ketika berada di kedai kopi tersebut, mereka terheran dengan peristiwa yang terjadi di hadapannya,yaitu ketika ada seorang laki-laki masuk dan memesan kopinya: "Uno café, uno suspeso, satu kopi, satu digantung," demikian ucapnya.

Lalu bartender menyerahkan secangkir kopi padanya dan menggantung secarik kertas di dinding. Laki-laki itu menghabiskan secangkir kopi yang dipesannya tetapi membayar dua cangkir kopi kepada bartender. Setelah menghabiskan kopinya, dengan santai ia meninggalkan kafe itu.

Tak lama kemudian, seorang lelaki berpakaian kumal datang ke kafe itu. Dengan suara berat, dia pun mengucapkan pesanannya. "Uno sus peso, satu yang digantung," ungkapnya. Dengan cekatan, bartender pun membuat satu kopi pesanan lelaki tersebut. 

Usai menyeruput kopi, tamu itu lalu pergi tanpa membayar sepeser pun. Sementara bartender mengambil satu kertas yang digantung dan merobeknya. Konsep tersebut ternyata menginspirasi orang-orang mampu untuk membeli lebih banyak untuk orang lain, termasuk untuk bacaan ringan, yaitu majalah.

"Dengan majalah tergantung, para pelanggan Mata Air dapat membeli lebih banyak untuk mengirimkannya ke panti asuhan, masjid, dan mahasiswa tak mampu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement