REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengkritik wacana pihak kepolisian menggandeng preman pasar untuk mengawasi kedisiplinan warga dalam menjalankan protokol Covid-19. Menurutnya, langkah itu tidak perlu dilakukan.
"Enggak usah cari perkara. Enggak usah lah, polisi aja yang ngawasin," kata Agus saat dihubungi Republika, Ahad (13/9).
Menurutnya, jika preman benar-benar diperbantukan untuk mengawasi warga soal protokol kesehatan Covid-19, akan ada potensi muncul masalah. Yakni, mulai dari dari masalah soal mekanisme pembinaan, pemberian upah untuk pengawasan, hingga masalah hukum.
"Gimana itu ngawasinnya? Bagaimana mekanisme pembinaannya? Preman kan orang yang enggak punya pekerjaan, apakah itu dikasih gaji? Harus diawasi ketat polisi, kalau keluar hukum gimana?," terangnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan, pengawasan terkait protokol kesehatan Covid-19 cukup dilakukan oleh kepolisian dan tentara nasional indonesia (TNI), bekerjasama dengan sejumlah masyarakat. "Polisi sama TNI udah selesai, sama warga, sudah cukup. Enggak usah tambah macam-macam orang itu darimana. Kurang kerjaan," ungkap Agus.
Sebelumnya diketahui, Wakapolri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono berencana memberdayakan preman pasar untuk membantu pengawasan protokol kesehatan terhadap pengunjung pasar. “Kita juga berharap penegak disiplin internal di klaster pasar, di situ kan ada jeger-jeger-nya di pasar, kita jadikan penegak disiplin," kata Gatot di Mako Polda Metro Jaya, Kamis (10/9) lalu.
Kendati demikian, Gatot menegaskan mereka akan tetap dipantau oleh TNI dan Polri agar pelaksanaannya tidak menyalahi aturan dan pelaksanaannya akan tetap mengedepankan cara humanis. "Kita harapkan menerapkan disiplin tapi tetap diarahkan oleh TNI Polri dengan cara-cara humanis," lanjutnya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS) juga menyoroti wacana perekrutan preman oleh Polri untuk menertibkan masyarakat agar mematuhi protokol Covid-19. Wacana tersebut dinilai kontraproduktif dan menunjukkan kegagalan polisi dalam melakukan tugasnya
"Wacana pelibatan preman pasar untuk turut mendisiplinkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 sebagaimana disampaikan Wakapolri Komisaris Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono hanya akan semakin memperburuk situasi," tulis Badan Pekerja KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan resmi KontraS, Sabtu (12/9).
Anggota Komisi III DPR, Didik Mukrianto mengaku prihatin dengan pernyataan Wakapolri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono yang berencana akan memberdayakan preman pasar untuk membantu pengawasan protokol kesehatan terhadap pengunjung pasar. Langkah tersebut dinilai kontraproduktif dan bakal memicu persoalan baru.
"Saya mengapresiasi semangat, komitmen dan langkah Wakapolri dalam merespon serta menangani penyebaran Covid-19 yang belum terkendali hingga saat ini, namun semangat dan langkah itu bisa menimbulkan persoalan baru dan kontraproduktif apabila salah dalam mengambil kebijakan termasuk meligitimasi hadirnya "jeger/preman pasar" dalam tugas dan kewenangan institusional formal," kata Didik saat dikonfirmasi, Ahad (13/9).
Sementara itu, di lain kesempatan, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DKI Jakarta, Arifin mengaku belum mengetahui soal wacana tersebut. Yang diketahui olehnya adalah keterlibatan unsur dari masyarakat.
"Saya belum dapat informasi soal preman pasar. Setau saya, (yang dilibatkan adalah) unsur dari masyarakat," ujar Arifin, Sabtu (12/9). Dia menjelaskan, keterlibatan masyarakat merupakan bagian dari gerakan bersama sejumlah kalangan dalam mengawasi kedisiplinan penerapan protokol kesehatan.